ASAS PERPAJAKAN
- Asas Pembenaran Pemungutan
- Teori Asuransi Karena takut keadaan yang mungkin akan terjadi, menjadi alasan bentuk peralihan risiko dari masyarakat, seperti konsep asuransi. Namun kelemahannya jika tidak bayar maka tidak bisa menikmati.
- Teori Kepentingan Semakin besar membayar, semakin besar yang dinikmati. Namun berarti hanya golongan tertentu yang dapat menikmati.
- Teori Daya Pikul Dasarnya asas keadilan berdasarkan kemampuan WP, memenuhi kebutuhannya dulu baru bayar pajak. Tolak ukur: penghasilan, kekayaan, belanja, tanggungan. Misalnya penerapan dalam PPh ada PTKP dan penerapan tariff progresif. Namun teori ini tidak menunjuk kontra prestasi.
- Teori Bakti (Teori Kewajiban Pajak Mutlak) Singkatnya kontrak social antara Negara dengan rakyat, yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
- Teori Asas Daya Beli Menitikberatkan efek/pengaruh dari pemungutan pajak, seperti pompa yang mengambil daya beli rumah tangga lalu disalurkan kepada masyarakat.
- Asas Pemungutan Pajak yang Baik
Four Canons of Taxation (oleh Adam Smith) berguna bagi pembuat dan
pelaksana UU
- Equality, equity, ability
- Certainly: pajak yang dibayarkan tidak boleh sewenang-wenang, kepastian teknisnya
- Convenience of Payment: konsep timbul utang pajak, syarat materiil waktu keadaan
- Economy of Collection: efisiensi dalam arti jangan sampai dana untuk memungut pajak lebih besar daripada yang dipungut. Maka pemebntuk UU harus memperhatikan:
- Banyak staff untuk digaji
- Tidak menghambat usaha masyarakat dan investor
- Timbul tekanan suap
- Asas Pemungutan Pajak
- Domisili atau asas tempat tinggal, berlaku untuk seluruh penghasilan WP yang bertempet tinggal di wilayahnya, baik berasal dari dalam maupun luar, WP dalam negeri
- Kebangsaan pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara
- Sumber pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal WP
- Asas Pelaksanaan Pemungutan Pajak
- Yuridis segala pungutan pajak harus berdasarkan UU
- Ekonomis penentuan obyek pajak harus tepat
- Finansial pajak yang dipungut negara jumlahnya memadadi sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara
TIMBUL DAN HAPUSNYA
UTANG PAJAK
- Timbul utang pajak, dengan ajaran:
- Ajaran materiil timbul dengan sendirinya karena UU, missal SKP self-assessment PPh
- Ajaran formil timbul melalui perbuatan administrasi karena UU, khusus PBB timbul setelah SPPT diserahkan kepada WP (official assessment)
- Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenakan pajak, namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutang pajak tersebut adalah:
- Pada suatu saat untuk PPh yang dipotong pihak ketiga
- Pada akhir masa pajak untuk PPh karyawan yang dipotong pemberi kerja, atau yang dipungut pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh pengusaha kena pajak atas pemungutan PPN dan PPnBM
- Pada akhir tahun pajak untuk PPh
- Aturan dalam UU harus memuat syarat subjektif dan syarat objektif terkait: perbuatan (beli barang), keadaan (penghasilan), dan peristiwa (peralihan hak atas tanah).
- Hapusnya utang pajak:
- Pembayaran utang pajak secara lunas
- Kompensasi untuk jenis pajak yang sama untuk tahun pajak yang berbeda
- Pembebasan dan penghapusan, yang terdiri dari:
- Kwitjtschelding: karena hal-hal tertentu, missal musibah
- Ontheing: subjek pajak memenuhi UU, yakni daluarsa dan pembatalan
SISTEM PEMUNGUTAN
PAJAK
- Official assessment fiskus berperan, WP hanya tunggu surat dan bayar; namun tidak efisien dan WP seolah objek pajak
- Self-assessment WP aktif datang, lapor, hitung, bayar; namun ada kepercayaan yang diberikan UU tersebut, fiskus tetap sebagai pelaksana mengawasi
- With holding pihak ketiga memungut pajak
TARIF PAJAK
- Proposional kenaikan prosentase dasarnya sama mengikuti dasar pengenaan naik
- Progresif dasar kenaikan prosentase terus naik seiring naiknya dasar pengenaan
- Degresif dasar kenaikan prosentase terus turun meski naiknya dasar pengenaan
- Regresif penurunan prosentase meski naiknya dasar pengenaan
- Tetap prosentase tetap meski dasar pengenaan naik
HUKUM PAJAK POSITIF
PPh
- Dasar hukum: UU 7/1983 UU 7/1991 UU 10/1999 UU 17/2000 UU 36/2008
- Subjek PPh:
- Tunggal: dalam dan luar negeri
- Subjek Pajak Dalam Negeri
- Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
- Subjek Pajak Luar Negeri
- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia
- Perbedaan
-
WP Dalam NegeriWP Luar Negeri
PPh baik diterima di dalam atau luar RI
PPh sumber penghasilan di Indonesia saj
Berdasarkan penghasilan netto
Berdasarkan penghasilan bruto
Tarif umum (Tarif UU PPh Pasal 17)
Tarif sepadan (Ps. 26)
Wajib menyampaikan SPT
Tidak wajib menyampaikan SPT
-
MULAIBERAKHIRSubjak pajak dalam negeri orang pribadi Saat dilahirkan; atau saat berada atau bertempat tinggal di Indonesia
Subjak pajak dalam negeri orang pribadi Saat meninggal; atau saat meninggal kan Indonesia untuk selamanya
Subjek pajak dalam negeri badan Saat didirikan atau kedudukan di RI
Subjek pajak dalam negeri badan Saat dibubsrkan atau tidak lagi tempat
Subjek pajak luar negeri melalui BUT Menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia
Subjek pajak luar negeri melalui BUT Tidak lagi menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia
Subjek pajak luar negeri tidak BUT Menerima penghasilan di Indonesia
Subjek pajak luar negeri tidak BUT Tidak lagi menerima penghasilan
Warisan belum terbagi Saat timbul warisan belum terbagi
Warisan belum terbagi Warisan selesai dibagikan
- Bukan Subjek Pajak
- Badan perwakilan negara asing;
- Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan WNI dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya, serta negara yang bersangkutan memberikan timbal balik;
- Organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
- Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
- Perlakuan Tarif Pajak
- WP orang pribadi dalam negeri (dan warisan)
-
Lapisan PKP (dalam Rupiah)Tarif Pajak
sd 50.000.000
5%
di atas 50.000.000 sd 250.000.000
15%
di atas 250.000.000 sd 500.000.000
25%
di atas 500.000.000
30%
- WP Badan dalam negeri dan BUT
28%sekarang 25%
- Utang = Tarif x DPP
- DPP = PKP
- PKP = P net – PTKP (daya pikul)
- Pnet = P bruto – biaya
- Misal Pnet Rp 7.500.000 @bulan, status kawin, 2 anak
Pnet 90.000.000
PTKP 24.300.000 (pegawai); 2.025.000 (kawin); 4.050.000 (anak max.2)
PKP 59.625.000 50.000.000 x
5% dan 9.625.000 x 15%
PPN dan PPnBM
- PPN dalam UU 42/2009 (perubahan)
- Karakteristik: pajak objektif, pajak tidak langsung (dapat dialihkan), multistage (banyak pihak yang terlibat), terhadap konsumsi dalam Negara, invoice bond (berdasarkan faktur)
- PPN masuk ke kas Negara Pajak Keluar – Pajak Masuk; 10% masuk ke kas Negara
- PPN = DPP x Tariff pajak
- Memungut pajak oleh penjual, pembayar pajak oleh pembeli
- Jika lebih besar pajak masuk dan pajak keluar 0, maka: kompensasi ke masa pajak berikutnya; atau restitusi (diminta kembali)
- Faktur pajak: 1) Dikeluarkan penjual: memungut pajak, telah terjadi penyerahan barang; 2) Jenisnya: standar (ukuran kertas jumlah kolom), gabungan (baku terdapat list karena dijual lagi), dan sederhana (hanya untuk konsumen akhir)
- PPnBM pelengkap PPN, sebagai fungsi regulasi mengurangi dampak regresif PPN
- PPnBM = DPP x Tariff pajak
PBB P-2
- Tarif PBB P-2 maksimal 0.3% dalam praktek hanya 0.1% hal ini karena sebelumnya PBB pusat berlaku nilai efekif (0.5% x 20% = 0.1%) tidak terjadi kenaikan juga melihat secara sosiologis menyesuaikan keadaan
- Biasanya ada zona pembeda
- Tiap kab/kota di provinsi perlu dikendalikan fiskus
- Melihat harga rata-rata di pasaran
- Biayanya berapa yang menjadi dasar bagi fiskus
BPHTB
- UU 28/2009 tentang PDRD, dengan objek bumi dan bangunan karena timbul
- Tidak disetorkan ke daerah: perkebunan, perikanan, serta tambang migas dan non-migas
- Termasuk pajak objektif, karena dilihat nilai objeknya berapa, bukan kondisi subjek pajak, meski realita kondisi subjek pajak juga bias dipertimbangkan (missal pension, bencana alam)
- BPTHB tariff x (NPOP - NPOTKP) nilai perolehannya = 5% x ( … - Rp 60jt umumnya)
- Kaitan BPHTB dengan PBB terkait pandaftaran tanah: cek harga tanah, bukti pelunasan
- PP 24/1997, Peraturan Menteri Agraria
HUKUM ACARA
PERPAJAKAN
- Sengketa
- Pasal 1 angka 5 UU 14/2002: Sengketa pajak adalah adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perUUan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
- Upaya meminimalisir timbulnya sengketa pajak
- Adanya mekanisme pemotongan pajak oleh pihak ketiga dan bendahara pemerintah, dalam hal pelunasan pajak terutang
- Adanya mekanisme pemberitahuan hasil akhir pemeriksaan dan pembahasan hasil akhir pemeriksaan
- Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak
- Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.
- Pengadilan pajak berkedudukan di ibukota negara
- Sidang pengadilan pajak dilakukan di tempat kedudukannya dan apabila dipandang perlu dapat dilakukan di tempat
- Pembinaan teknis peradilan bagi pengadilan pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung. Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi pengadilan pajak dilakukan oleh Kementerian Keuangan.
- Sanksi
- Denda
- Terlambat menyampaikan SPT (Pasal 7 ayat (1) UU KUP) jangka waktu penyampaian SPT: SPT Masa 20 hari, juga SPT Tahunan Pribadi 3 bulan, Badan 4 bulan, hanya agar fiskus mengetahui utang pajak berapa;
- Pembetulan SPT sebelum adanya penyidikan (Pasal 8 ayat (3) UU KUP);
- PKP yang tidak membuat faktur pajak, atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu; PKP yang tidak mengisi faktur secara lengkap, dengan pengecualian; PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak (Pasal 14 ayat (4))
- Dalam hal penolakan Keberatan, kecuali WP mengajukan banding (Pasal 25 ayat (9))
- Dalam hal banding ditolak atau diterima sebagian (Pasal 27 ayat (5d))
- Dalam hal penyidikan tindak pidana pajak dihentikan (Pasal 44B)
- Bunga
- Pembetulan SPT Masa dan SPT Tahunan (Pasal 8 ayat (2) dan (2a))
- Pembayaran pajak yang terutang setelah jatuh tempo (Pasal 9 ayat (2a) dan (2b))
- Pengembalian kelebihan pajak setelah jatuh tempo (Pasal 11 ayat (3)) oleh Pemerintah
- SKPKB yang diterbitkan karena berdasarkan pemeriksaan terdapat jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar dan SKPKB yang diterbitkan karena penetapan NPWP dan PKP secara jabatan (Pasal 13 ayat (2))
- Pembetulan SPT Masa dan SPT Tahunan (Pasal 8 ayat (2) dan (2a))
- Pembayaran pajak yang terutang setelah jatuh tempo (Pasal 9 ayat (2a) dan (2b))
- Pengembalian kelebihan pajak setelah jatuh tempo (Pasal 11 ayat (3)) oleh Pemerintah
- SKPKB yang diterbitkan karena berdasarkan pemeriksaan terdapat jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar dan SKPKB yang diterbitkan karena penetapan NPWP dan PKP secara jabatan (Pasal 13 ayat (2))
- Keterlambatan penerbitan SKPLB (Pasal 17B ayat (3))
- Penerbitan SKPLB setelah proses pidana selesai dan tidak ada tindak pidana pajak (Pasal 17B ayat (4))
- Pelunasan pajak yang terutang berdasarkan SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan PK (Pasal 19 ayat (1))
- Pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak (Pasal 19 ayat (2))
- Penundaan penyampaian SPT (Pasal 19 ayat (3))
- Kelebihan pembayaran pajak berdasarkan putusan keberatan, banding, dan PK (Pasal 27A)
- Kenaikan Pajak
- Kekurangan pembayaran pajak akibat pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT setelah pemeriksaan dilakukan namun sebelum SKP diterbitkan (Pasal 8 ayat (5));
- SKPKB: SPT tetap tidak disampaikan setelah adanya Surat Teguran (Pasal 13 ayat (3));
- SKPKB: Pengkompensasian PPN dan PPnBM yang tidak seharusnya (Pasal 13 ayat (3));
- SKPKB: Tidak melaksanakan pembukuan atau pencatatan dan pelanggaran Pasal 29 (Pasal 13 ayat (3));
- Pelanggaran Pasal 38 UU KUP yang dilakukan pertama kali (Pasal 13A);
- Kekurangan pembayaran pajak akibat diterbitkannya SKPKBT (Pasal 15 ayat (4)).
- SKPKB: WP tertentu yang telah diberi SK Pengembalian Kelebihan Pajak (Pasal 17C ayat (5))
- SKPKB: WP dengan syarat tertentu yang telah diberi SK Pengembalian Kelebihan Pajak (Pasal 17D ayat (5))
- Bentuk: Kenaikan pajak sebesar 50%; 100%; dan 200%
- Pengecualian
Dalam
hal banding
- Pengajuan Banding dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan tidak mengikat apabila dalam jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan pemohon banding.
- Pemohon Banding tidak harus melampirkan bukti pembayaran 50 % pajak yang terutang, sepanjang Banding diajukan atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
Dalam
hal kuasa hukum
- Persyaratan untuk dapat menjadi Kuasa Hukum tidak diperlukan dalam hal yang mendampingi atau mewakili pemohon banding atau penggugat adalah keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua, pegawai atau pengampu.
- Seseorang yang baru pertama kali mendampingi atau mewakili Pemohon Banding/Penggugat, meskipun belum terdaftar atau memperoleh izin sebagai Kuasa Hukum, namun dalam sidang berikutnya harus sudah terdaftar atau memperoleh izin sebagai Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
Dalam
hal gugatan
- Pengajuan Gugatan atas pelaksanaan penagihan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari tidak mengikat apabila dalam jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan penggugat.
- Pengajuan Gugatan selain atas pelaksanaan penagihan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tidak mengikat apabila dalam jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar