ANALISIS
BENTUK PERKAWINAN MENTAS DI YOGYAKARTA
MINI
RESEARCH
HUKUM
KEKERABATAN DAN PERJANJIAN ADAT
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pernikahan
di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (UU Perkawinan). Setelah
Undang-Undang ini diberlakukan, maka terjadi unifikasi hukum mengenai
perkawinan di Indonesia, maka aturan mengenai perkawinan yang berlaku
bagi orang Indonesia asli, orang Indonesia keturunan, orang timur
asing mempunyai dasar hukum yang sama yaitu UU
Perkawinan.
Dalam UU
Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Mahaesa.
Perkawinan
adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan
martabak dan urusan pribadi.
Selain
secara hukum nasional, di Indonesia juga masih berlaku ketentuan
ketentuan adat terkait dengan perkawinan. Menurut
Ter Haar perkawinan dalam hukum adat merupakan kepentingan urusan
kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan derajat dan
urusan pribadi antara satu dengan yang lain dalam hubungan yang
beranekaragam. Sebaagai kepentingan sanak-saudara yang berupa
kesatuan-kesatuan atau masyarakat hukum (bagian dari suku, kerabat)
perkawinan adalah suatu usaha untuk melestarikan golongan dengan
tertib, yaitu melahirkan angkatan baru yang meneruskan golongan itu.
Dalam struktur masyarakat adat kita menganut adanya tiga macam sistem
kekerabatan, yaitu sistem kekerabatan patrilineal, sistem kekerabatan
matrilineal, dan sistem kekerabatan parental.
Sistem
kekerabatan patrilineal salah satunya adalah di daerah Sumatera
utara, dimana bentuk perkawinannya adalah perkawinan jujur, istri
akan masuk ke kerabat suami. Sistem kekerabatan matrilineal dikenal
di Sumatera Barat maka bentuk perkawinannya adalah perkawinan semenda
dimana suami tidak akan masuk ke dalam kekerabatan istri, dia akan
tetap di dalam kerabatnya sendiri. Sedangkan untuk sistem kekerabatan
parental dikenal di Jawa, bentuk perkawinannya adalah perkawinan
mentas. Perkawinan mentas adalah perkawinan yang bersifat bebas,
mempunyai akibat hukum antara kedudukan antara laki-laki dan
perempuan tidak dibedakan.
Berdasarkan
uraian latar belakang masalah tersebut di atas penulis tertarik untuk
mengetahui tata
cara dari bentuk perkawinan mentas di DIY,
bagaimana
konsekuensi
dari bentuk perkawinan mentas
dan Apa
saja jenis harta yang terdapat dalam bentuk perkawinan mentas.
Di sini penulis hendak menyumbang suatu tulisan yang menelaah
mengenai bentuk perkawinan mentas di Yogyakarta.
- Rumusan Masalah
Berdasar
pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
permasalahan yang menjadi fokus kajian ini adalah:
- Bagaimana tata cara dari bentuk perkawinan mentas di Yogyakarta?
- Bagaimana konsekuensi dari bentuk perkawinan mentas?
- Apa saja jenis harta yang terdapat dalam bentuk perkawinan mentas?
METODE
PENELITIAN
- Jenis Penelitian
Penelitian
ini
merupakan
penelitian normatif-empiris.
Hal ini dimaksudkan karena penulis tidak hanya tidak hanya
mengumpulkan data sekunder tetapi juga menggunakan data primer
Dengan demikian, penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan
hasil yang komperehensif yang mampu memadukan aspek teoritis dan
praksis.
- Bahan Penelitian
Dalam
penelitian
normatif-empiris,
penulis akan mengacu kepada dua sumber data yaitu data primer dan
data sekunder. Sumber data primer adalah sekumpulan informasi yang
dikumpulkan secara langsung oleh penulis dari sumbernya. Dalam hal
ini, data primer penulis dapatkan dari observasi langsung di lapangan
dan wawancara. Sementara itu data sekunder yang penulis gunakan
adalah dalam bentuk buku dan peraturan perundang-undangan terkait.
- Teknik dan Alat Pengumpulan Data, Jalannnya Penelitian
Teknik
pengumpulan
data yang akan dilakukan adalah studi lapangan dan kepustakaan yang
mengumpulkan data primer dan data sekunder.
Data
primer penulis dapakan melalui observasi langsung di lapangan dan
wawancara. Obeservasi langsung di lapangan berlokasi di Jalan
Kaliurang KM 5, Gg Karangwuni, Blok G1, Sleman, DIY. Adapun
yang dijadikan subyek dalam penelitian ini terdiri dari responden
yaitu
Saudara Dini
dan Indra yang melangsungkan perkawinan dengan menggunakan adat DIY
pada Hari Sabtu, 26 April 2014 dan Hari Minggu, 27 April 2014.
Data
sekunder dikumpulkan secara bersistem dan kemudian dikelompokkan
secara logis agar Peneliti memperoleh akses yang cepat kepada
data-data sekunder ini. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap:
persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian. Tahap persiapan dimulai
dengan kegiatan pra penelitian yang meliputi pengumpulan dan
pemilihan bahan kepustakaan, serta studi awal bahan kepustakaan
tersebut. Selanjutnya, dalam tahap pelaksanaan dilakukan pengumpulan
data yang meliputi studi literatur.
Terakhir,
tahap penyelesaian. Pada tahap ini, dilakukan analisis data hasil
penelitian dan penyusunan laporan sementara. Hasil penelitian akan
dipresentasikan untuk memperoleh masukan dari teman-teman mahasiswa
bagi perbaikan laporan akhir hasil penelitian.
- Analisis Data
Analisis
data berisi uraian mengenai cara-cara analisis, yaitu bagaimana
memanfaatkan yang merupakan penjelasan mengenai proses memanfaatkan
data yang terkumpul untuk selanjutnya digunakan dalam menyelesaikan
masalah penelitian. Dengan kata lain, analisis data merupakan
penjelasan proses memanfaatkan data yang terkumpul untuk selanjutnya
digunakan menyelesaikan masalah penelitian.1
Analisis
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan studi lapangan pada
perkawinan Saudara Dini dan Indra.
Sehingga pendekatan melalui studi kasus ini layak diterapkan dalam
penelitian ini. Metode pengolahan data yang digunakan adalah dengan
mengumpulkan data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan,
buku-buku dan artikel-artikel, yang diolah serta dianalisis dengan
menggunakan metode kualitatif. Data yang diperoleh dari penelitian
kemudian dipisahkan antara data yang relevan dengan yang tidak
relevan. Selanjutnya, data yang relevan dikaitkan dengan judul, latar
belakang masalah dan rumusan masalah. Metode kualitatif merupakan
tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis,
yaitu keterangan yang disampaikan oleh responden secara tertulis atau
lisan, dan juga perilaku nyata, diteliti dan dipelajari sebagai
sesuatu yang utuh.2
PEMBAHASAN
- Tata Cara Perkawinan dari Bentuk Perkawinan Mentas
Untuk
mengetahui tata cara perkawinan dari bentuk perkawinan mentas, kami
mendatangi salah satu upacara pernikahan yang dilangsungkan di daerah
Sleman, Yogyakarta. Kedua mempelai bernama Dini dan Indra. Proses
pernikahan terbagi dalam dua hari. Yaitu hari pertama, pada Sabtu, 26
April 2014 serta hari kedua, Minggu, 27 April 2014.
A.1.
Hari Pertama, Sabtu 26 April 2014
Di
hari pertama proses pernikahan, dilangsungkan upacara Peningsetan dan
Akad Nikah. Tahapan dari proses Peningsetan dan Akad Nikah adalah
sebagai berikut:
- Menyerahkan peningset sebagai tanda tali asih
- Menyerahkan calon pengantin putra untuk melaksanakan akad nikah
- Tampi5
- Menerima peningset sebagai tanda tali asih
- Menerima calon pengantin putri untuk melaksanakan akad nikah
- Penyerahan Peningset dan Angsul-Angsul6
- Penyerahan peningset secara simbolis dari calon besan kepada ibu calon pengantin putri
- Penyerahan angsul-angsul secara simbolis dari ibu calon pengantin putri kepada calon besan
- Calon pengantin putra menuju tempat duduk diiringi sholawatan
- Takzim7 calon pengantin putri dengan orang tua, dengan calon pengantin putri tidak hadir di area akad
- Pembacaan ayat suci al-Quran
- Prosesi akad nikah dalam Islam
- Khotbah nikah dan pembacaan doa
- Ijab qobul
- Pembacaan sighat taklik8
- Penandatanganan akta nikah
- Calon pengantin putri menuju area akad nikah dan menandatangani akad nikah
- Penyerahan mahar
- Sungkeman
- Pemasangan cincin/kalpika
- Tauziah
A.2.
Hari Kedua, Minggu, 27 April 2014
Di
hari kedua proses pernikahan, dilangsungkan Upacara Panggih Pengantin
dan Resepsi Pernikahan. Tahapan dari proses Upacara Panggih Pengantin
dan Resepsi Pernikahan adalah sebagai berikut:
Pertama,
Upacara Panggih Pengantin (Yogyakarta Hadiningrat), terdiri dari:
- Pengantin, kedua orang tua pengantin, saudara kandung pengantin persiapan untuk prosesi upacara panggih
- Iringan gamelan karawitan9
- Upacara Adat Panggih Pengantin gaya Yogyakarta Hadiningrat
- Pengantin putra hadir dengan pendamping diawali petugas pembawa pisang sanggan menuju tempat upacara
- Penyerahan pisang sanggan dari utusan besan kepada ibu pengantin putri
- Kembar mayang10
- Kembang mayar dan cengkir mengawali perjalanan pengantin putri menuju tempat panggih
- Kembang mayar disentuhkan pengantin putra dan selanjutnya diletakkan di depan kuncungan
- Balangan gantal: kedua pengantin saling melempar gantal/daun sirih yang digulung dengan tali benang putih
- Sesuci samparan/ ranupada: pengantin putri membasuh kaki pengantin putra
- Wiji dadi: telur disentuhkan ke dahi kedua pengantin, kemudian dipecah oleh juru paes pengantin
- Pengantin menuju pelaminan beserta pendamping
- Tampa kaya
- Pengantin putra berdiri menuangkan uba rampe kacar-kucur
- Diterima oleh pengantin putri
- Kemudian diserahkan bersama kepada ibu pengantin putri
- Dhahar klimah
- Pengantin putra mengepal nasi kuning sebanyak tiga kepala
- Dan kemudian diserahkan kepada pengantin putri
- Besan mertuwi
- Orang tua pengantin putri menyambut besan di tempat upacara dengan berjabat tangan
- Kemudian menuju tempat duduk pelaminan
- Sungkeman pangabekten: pengantin sungkem kepada kedua orang tua untuk mohon doa restu
- Tumplak punjen: menandakan hajat mantu terakhir
Kedua,
Upacara Resepsi Pernikahan yang terdiri dari:
- Pembukaan dan sambutan keluarga dilanjutkan doa
- Pelemparan hand bouqet
- Penutup
- Pengamana kotak tali asih/pundi dan kado
Kekentalan
adat Jawa dapat kita lihat dalam proses perkawinan bentuk perkawinan
mentas tersebut, contohnya saja dengan adanya penyerahan peningset
pada hari pertama serta dalam jalannya upacra panggih pengantin di
hari kedua proses pernikahan. Di hari kedua jalannya proses
pernikahan, banyak sekali upacara-upacara adat jawa dengan beragam
istilahnya. Ada Kembar Mayang, Balangan Gantal, Wiji Dadi, dan lain
sebagainya.
Selain
kental dengan adat jawanya, dapat kita lihat pula terdapat
selipan-selipan tata cara pernikahan Islam yang dilakukan di hari
pertama pernikahan. Yaitu adanya akad nikah, ijab-qabul, penyerahan
mahar, sampai adanya tauziah di akhir acara. Hal tersebut
membuktikan, eratnya ketentuan agama dengan prosesi upacara
pernikahan adat. Hukum agama tidak dapat dikesampingkan dalam
melangsungkan pernikahan adat. Apalagi bagi mereka yang beragama
islam. Oleh karena itu, selain dipengaruhi oleh tata cara upacara
adat Jawa, sistem perkawinan mentas juga dipengaruhi oleh ketentuan
agama, dalam hal ini adalah agama islam seperti dalam contoh di atas.
- Konsekuensi Bentuk Perkawinan Mentas
Apabila
seseorang melangsungkan perkawinan dengan menggunakan sistem
perkawinan mentas, maka akan ada konsekuensi atau akan berpengaruh
terhadap beberapa hal daripada sistem perkawinan itu sendiri. Adapun
konsekuensi dari sistem perkawinan mentas itu sendiri antara lain:
- Kedudukan suami-isteri
Sistem
perkawinan mentas adalah suatu perkawinan yang tidak membatasi setiap
laki-laki maupun perempuan untuk memilih pasangan hidupnya. Artinya
dalam hal ini tidak ada kewajiban bagi pihak laki-laki maupun
perempuan untuk memilih pasangan dari clan nya maupun diluar clan nya
seperti yang ada didalam masyarakat Batak dan Padang.
Sistem
perkawinan mentas tidak mengenal adanya suatu prinsip dimana suami
lebih tinggi kedudukannya dari pada isteri atau begitu pula
sebaliknya. Sistem perkawinan ini juga umumnya hidup dan berkembang
dalam masyarakat Jawa. Di dalam sistem perkawinan mentas juga memberi
kebebasan kepada setiap pihak yang telah melangsungkan perkawinan
untuk memilih tempat tinggal (domisili) masing-masing. Misalnya saja
apabila seorang suami lebih kaya atau lebih banyak barang gawannya
maka seorang isteri akan mengikuti suaminya atau akan tinggal
dikediaman suaminya, hal ini disekenal dengan istilah (ngomahi atau
manggih kaya). Akan tetapi apabila seorang isteri lebih kaya atau
lebih banyak gawannya, maka akan ada kemungkinan suaminya akan ikut
atau akan tinggal di kediaman isterinya, hal ini dikenal dengan
istilah (tut buri atau nyalindung kagelung), atau juga pasangan suami
isteri ini menempati rumah atau kediaman yang baru, atau dikenal
dengan istilah neolokal.
Dalam
sistem perkawinan mentas, kedudukan suami-isteri adalah seimbang,
dimana seorang suami dan seorang isteri mempunyai hak dan kewajiban
yang sama atau seimbang dengan suami baik dalam hal pengurusan anak,
pengurusan rumah tangga, pengurusan harta maupun dalam hal
kedudukannya sebagai ahli waris.
Dalam
hal pengurusan anak, baik ayah atau ibu sama-sama mempunyai kewajiban
yang sama untuk mengurus anak-anak yang ada didalam rumah tangganya
itu sendiri baik terhadap anak hasil perkawinan yang sah maupun
anak-anak yang diperoleh dari hasil penetapan pengadilan. Orang tua
tersebut wajib memberikan pendidikan kepada anak-anaknya mulai dari
pendidikan formal sampai pendidikan agama.
Selain
memberikan pendidikan, orang tua juga wajib menjadi wali bagi
anak-anaknya dalam melakukan perbuatan hukum dalam hal anak-anaknya
belum dewasa. Misalnya apabila salah satu orang tuanya meninggal,
maka orang tua yang masih hidup wajib mengurus harta warisan yang
diperoleh anaknya dari pewaris.
- Kedudukan anak-anak
Sama
halnya dengan kedudukan suami isteri, anak-anak dalam sistem
perkawinan mentas juga mempunyai kedudukan yang seimbang baik anak
laki-laki maupun anak perempuan. Dalam sistem perkawinan mentas,
tidak ada keistimewaan anatara anak-anak baik laki-laki maupun
perempuan seperti yang ada didalam masyarakat Batak dan padang.
Anak-anak dalam sistem perkawinan ini, mempunyai hak yang sama baik
dalam hal kasih pengurusan maupun dalam hal warisan.
Sebagai
contoh, mana kala salah seorang daripada orang tuanya meninggal
dunia, maka anak-anak berhak untuk dipelihara oleh orang tua yang
masih hidup. Mana kala kedua orang tuanya meninggal dunia, maka
anak-anak tersebut memiliki hak untuk sama-sama dipelihara oleh
kerabatnya baik oleh kerabat dari ibunya maupun oleh kerabat ayahnya.
Dalam hal orang tuanya bercerai, maka anak-anak yang ada dalam sistem
perkawinan ini berhak untuk memilih akan ikut dengan siapa baik
dengan ayahnya maupun dengan ibunya. Berbeda dengan kedudukan
anak-anak dalam sistem perkawinan jujur dan semenda yang mana
kedudukan anak-anak dalam sistem perkawinan tersebut ada beberapa
ketetentuan mengenai kedudukan anak-anak dalam sistem perkawinan
tersebut. Seperti dalam sistem perkawinan jujur, anak-anak laki-laki
baik yang tertua maupun yang termuda yang lebih diutamakan sedangkan
dalam sistem perkawinan semenda anak-anak perempuan yang diutamakan,
baik anak perempuan termuda maupun tertua.
Adapun
keberadaan anak didalam sistem perkawinan mentas adalah untuk
menuruskan keturunan, bukan semata-mata untuk menjaga harta yang ada
didalam perkawinan itu sendiri seperti yang terjadi pada sistem
perkawinan jujur dan semenda.
- Konsekuensi terhadap sistem pembagian warisan
Harta
didalam suatu perkawinan mempunyai arti yang sangat penting, hal ini
dikarenakan akan berakibat terhaap pembagian harta warisan kepada
para ahli waris didalam sistem perkawinan itu sendiri. Adapun akibat
daripada harta perkawinan itu akan timbul manakala pasangan suami
isteri itu bercerai ataupun salah satu pihak yang melangsungkan
perkawinan telah meninggal dunia.
Didalam
sistem perkawinan mentas mengenal juga sistem
individu
dalam pembagian harta warisan, yang berarti bahwa setiap individu
yang berada didalam suatu rumah tangga tersebut berhak dapat
menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut pembagiannya
masing-masing. Setelah harta warisan itu diadakan pembagian maka
masing-masing ahli waris dapat menguasai dan memiliki bagian harta
warisannya untuk diusahakan, dinikmati atau dialihkan (dijual) kepada
sesama ahli waris, anggota kerabat, tetangga ataupun oranglain.
Kebaikan
dari sistem pewarisan individual adalah bahwa dengan pemilikan secara
individu, maka maka ahli waris dapat bebas menguasai dan memiliki
bagiannya untuk dipergunakan sebagai modal kehidupannya lebih lanjut
tanpa dipengaruhi anggota-anggota keluarga lainnya.
Kelemahan
sistem ini pewarisan individu adalah pecahnya harta warisan dan
merenggangnya tali kekerabatan yang dapat berakibat timbulnya hasrat
ingin memiliki kebendaan secara pribadi dan mementingkan diri
sendiri.
Menurut
hukum adat yang dimaksud dengan harta perkawinan adalah semua harta
yang dikuasai oleh suami-isteri selama mereka terikat dalam ikatan
perkawinan, baik harta kerabat yang dikuasai, maupun harta
perseorangan yang berasal dari harta warisan, harta hibah, harta
penghasilan sendiri, harta pencaharian hasil bersama suami-isteri,
dan barang-barang hadiah. Kesemuanya itu dipengaruhi oleh prinsip
kekerabatan yang dianut setempat dan bentuk perkawinan yang berlaku
terhadap suami-isteri yang bersangkutan.
Sesungguhnya
harta perkawinan ini merupakan modal kekayaan yang dapat
digunakanoleh suami-isteri untuk membiayai kebutuhan hidup
sehari-hari suami-isteri dan anak-anaknya didalam satu “somah”
(serumah),11
didalam satu rumah tangga kecil (“gezin” Belanda) dan satu rumah
tangga keluarga besar (“familie” Belanda) yang setidak-tidaknya
dari rumah tangga kakek atau nenek. Kita tidak dapat begitu saja
memisah-misahkan antara harta perkawinan”harta keluarga” dengan
“harta kerabat”, oleh karena masyarakat adat itu ada yang
bersendikan kekerabatan (kerukunan kerabat) ke-bapak-an atau ke-ibuan
dan yang bersendikan kekeluargaan (kerukunan keluarga) semata-mata.
Begitu pula ada suami isteri yang hanya bertanggung jawab atas
kehidupan dengan anak-anaknya saja, tetapi ada juga suami isteri yang
tidak semata-mata terikat bertanggung jawab atas kehidupan anak-anak
tetapi juga bertanggung jawab terhadap kemenakan.12
- Jenis Harta Perkawinan dalam Bentuk Perkawinan Mentas
Jenis
harta perkawinan dalam bentuk perkawinan mentas terdiri atas:
- Harta Bawaan
Harta
Bawaan adalah harta yang diperoleh atau dikuasai suami atau isteri
sebelum perkawinan. Harta bawaan terdiri atas harta bawaan suami dan
harta bawaan isteri yang diperoleh dari peninggalan, hasil warisan,
hibah atau wasiat dan harta pemberian atau hadiah. Adapun penguasaan
terhadap masing-masing harta diatas adalah sebagai berikut:
- Harta peninggalan yang dimaksud adalah harta atau barang-barang yang dibawa oleh suami atau isteri kedalam perkawinan yang berasal dari peninggalan orang tua untuk diteruskan penguasaan dan pengaturan pemanfaatannya guna kepentingan para ahli waris bersama, dikarenakan harta peninggalan itu tidak terbagi-bagi kepada setiap ahli waris. Para ahli waris hanya mempunyai hak memakai.
- Harta warisan yang dimaksud adalah harta atau barang-barang yang dibawa atau diperoleh suami atau isteri kedalam perkawinan yang berasal dari warisan orang tua untuk dikuasai dan dimiliki secara perorangan guna memelihara kehidupan berumah tangga. Harta bawaan hasil dari warisan apabila salah satu pihaknya meninggal dunia atau cerai hidup tana meninggalkan anak, maka harta bawaan asal warisan itu harus kembali kepada keluarga asal.
- Harta hibah atau wasiat yang dimaksud adalah harta atau barang-barang yang dibawa oleh suami atau isteri kedalam perkawinan yang berasal dari hibah atau wasiat anggota keluarga, misalnya hibah atau wasiat dari saudara-saudara ayah yang keturunannya putus. Harta bawaan ini dikuasi oleh suami atau isteri yang menerimanya untuk dimanfaatkan bagi kehidupan keluarga rumah tangga dan lainnya sesuai dengan “amanah”, Lampung; “weling “jawa” yang menyertai harta itu. Harta hibah atau wasiat ini dapat kemudian diteruskan pada ahli waris yang ditentukan menurut hukum adat setempat.
- Harta pemberian atau hadiah yang dimaksud adalah harta atau barang yang diperoleh suami atau isteri kedalam perkawinan yang berasal dari pemberian atau hadiah para anggota kerabat dan mungkin juga orang lain karena hubungan baik. Harta bawaan yang berasal dari hasil pemberian atau hadiah dikuasi oleh ahli waris dari yang telah wafat.
- Harta Pengahasilan
Di
Jawa Tengah dalam bentuk perkawinan “manggih kaya” semua hasil
pencaharian suami yang diperoleh dalam ikatan perkawinan adalah milik
suami Harta Penghasilan adalah harta kekayaan baik berupa barang
tetap maupun barang bergerak yang telah dikuasai dan dimiliki oleh
suami atau isteri sebelum melangsungkan perkawinan yang didapat
mereka dari hasil usaha dan tenaga dan pikiran sendiri yang termasuk
juga hutang piutang perseorangannya. itu sendiri. Oleh karena suami
seorang kaya sedangkan isteri orang miskin. Walaupun isteri ikut
membantu suami dalam melaksanakan usaha itu, tetapi ia tidak berhak
atas penghasilannya, ia hanya akan mendapat pemberian dari suami atas
dasar belas kasih.
- Harta Pencaharian
Harta
Pencarian
adalah
harta yang diperoleh suami atau isteri selama dalam ikatan
perkawinan. Didalam sistem waris individu (perkawinan mentas),
terhadap harta pencaharian ini akan ada pembagian tersendiri.
Misalnya salah satu pihak yang melangsungkan perkawinan meninggal
dunia dan tidak mempunyai anak maka pembagiannya adalah ½ untuk
janda atau duda nya, ½ untuk kerabat pihak yang meninggal dunia,
mana kala bercerai tidak punya anak maka akan dibagi ½ terhadap
kedua belah pihak. Apabila cerai punya anak harta akan dibagi rata
yakni setiap pihak berhak mendapat ½ dari harta pencaharian mereka,
serta anak-anak berhak memilih untuk ikut dengan ayah atau ibu nya
dan anak-anak tersebut berhak mendapatkan warisan dari orang tua yang
telah dia pilih. Mana kala meninggal dan mempunyai anak, maka setiap
individu yang ada dalam rumah tangga tersebut berhak mendapatkan
warisan dari pewaris. Dalam hal harta bawaan, mana kala salah salah
satu pihak yang memiliki harta bawaaan tersebut meninggal dan tidak
mempunyai anak, maka harta bawaan akan kembali kepada kerabat yang
telah memberikan harta tersebut. Manakala pihak yang mempunyai harta
bawaan meninggal dan meningglkan ahli waris, maka harta bawaan dapat
diwariskan kepada anak-anak yang ada didalam perkawinan tersebut, dan
janda atau duda nya tidak berhak mewaris atas harta bawaan pewaris.
PENUTUP
- Kesimpulan
Berdasarkan
uraian keterangan dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat
disimpulkan menjadi sebagai berikut:
- Tata cara perkawinan dalam bentuk perkawinan mentas kental dengan adat jawa yang kuat. Didalamnya terdapat upacara peningsetan dan upacara panggih pengantin. Banyak sekali ritual-ritual adat jawa yang dilakukan di upacara tersebut. Seperti Kembar Mayang, Balangan Gantal, Wiji Dadi dll. Selain kental dengan adat jawanya, dewasa ini, tata cara perkawinan sistem perkawinan mentas tidak dapat terlepas dari ritual keagamaan. Apalagi bagi yang beragama islam. Ketentuan agama dalam pernikahan tidak dapat dilepaskan dari ketentuan adat. Dari contoh diatas dapat kita lihat adanya prosesi akad nikah, ijab kabul, penyerahan mahar, sampai adanya tauziah. Oleh karena itu dapat disimpulkan, selain dipengaruhi oleh tata cara upacara adat Jawa, sistem perkawinan mentas juga dipengaruhi oleh ketentuan agama yang dianut oleh kedua mempelai.
- Tiga konsekuensi dari bentuk perkawinan mentas yaitu, konsekuensi terhadap kedudukan suami-isteri, konsekuensi terhadap kedudukan anak-anak dan Konsekuensi terhadap sistem pembagian harta warisan
- Tiga jenis harta dalam perkawinan mentas yaitu harta bawaan, harta penghasilan, harta pencaharian
- Saran
Untuk
mengetahui tata cara perkawinan dalam bentuk perkawinan mentas lebih
lanjut hendaknya kita tidak mengacu hanya pada satu upacara
perkawinan. Perlu dilakukan survei yang lebih banyak lagi terhadap
upacara-upacara perkawinan mentas yang ada, karena terkadang terdapat
perbedaan prosesi upacara antara upacara perkawinan mentas yang satu
dengan upacara perkawinan mentas yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
- Buku
Prodjodikoro,
Wirjono. 1966. Hukum
Perkawinan Indonesia
(cetakan kedua). Sumur Bandung: Bandung.
Soekanto, Soerjono,
1986, Pengantar
Penelitian Hukum,
UI Press, Jakarta
Sumardjono, Maria S.
W., 2001, Pedoman
Pembuatan Usulan Penelitian:
Sebuah
Panduan Dasar, Gramedia
Pustaka Utama, Jakrta
Wignjodipuro,
Soerjono. 1993. Pengantar
dan Asas-Asas Hukum Adat.
Alumni: Bandung.
- Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
1
Maria S. W. Sumardjono, 2001, Pedoman
Pembuatan Usulan Penelitian:
Sebuah Panduan Dasar,
Gramedia Pustaka
Utama, Jakrta, hlm. 38.
2
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar
Penelitian Hukum, UI
Press, Jakarta, hlm. 250.
3
Penghulu urusan agama Islam, wakil orang yang
menikahkan
4
Pengikat, seserahan dari pihak pengantin lelaki pada pihak pengantin
perempuan
5
Menerima peningset
6
Pemberian balasan dari pihak wanita kepada
pihak pria, dan jumlahnya tidak boleh lebih dari seserahan yang di
berikan kepada pihak wanita
7
Acara dengan unsur pengetahuan serta
penghayatan atas kebesaran Allah dan kesadaran akan kehinaan dan
keterbatasan diri sebagai makhluk
8
Sighat taklik merupakan suatu janji secara tertulis yang
ditandatangani dan dibacakan oleh suami setelah selesai prosesi akad
nikah di depan penghulu, isteri, orang tua/wali, saksi-saksi dan
para hadirin yang menghadiri akad perkawinan tersebut. Sighat
Ta'lik ini diucapkan jika proses akad nikah telah selesai dan sah
secara ketentuan hukum dan agama Islam.
9
Gamelan karawitan di sini maksudnya musik gamelan
bersistem nada nondiatonis (dalam laras slendro dan pelog) yang
menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memilikia fungsi,
pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia
dan campuran yang indah didengar.
10
Sepasang hiasan dekoratif simbolik
setinggi setengah sampai satu badan manusia yang dilibatkan dalam
upacara perkawinan adat Jawa, khususnya sejak sub-upacara midodareni
sampai panggih. Kembar mayang dibawa oleh pria dan mendampingi
sepasang cengkir gading yang dibawa oleh sepasang gadis.
Setelah melaksanakan pernikahan, diharapkan mempelai berdua, dalam
membangun rumah tangga, serta mencari nafkah, semoga dapat hidup
sejahtera, semua yang direncanakan dapat terwujud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar