Minggu, 23 November 2014

Remaja, Media, dan Narkotika



REMAJA, MEDIA, DAN NARKOTIKA

Oleh: MUHAMMAD KARIM AMRULLAH
Esai Ditulis sebagai Syarat untuk Mengikuti Diklat Kader Anti Napza pada 1-2 November 2014 di Magelang

Masa remaja, sebuah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang terjadi sekitar usia 13-21 tahun. Terjadi perubahan fisik dan psikis, yangmana tentu saja ada perubahan dalam kehidupan social. Secara fisik, organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi mulai matang. Secara psikis, remaja butuh pihak-pihak yang bisa dekat dengannya, mengeluarkan segala imajinasi pemikiran dan isi hatinya. Sedangkan secara social, masa remaja akan mengenal dunia luar yang lebih luas. Menentukan pembentukan karakter yang akan memengaruhi kesuksesan masa depannya nanti, juga masa depan bagi bangsa dan negaranya. Pembentukan karakter akan sangat ditentukan pengalaman dan pengetahuan dari apa yang didapat: dari rasa ingin tahunya yang kuat akan sesuatu yang baru.
Karenanya, diperlukan kondisi keluarga yang memberikannya rasa aman, juga kondisi lingkungannya, baik sekolah, pergaulan, organisasi, maupun pekerjaan, yang kondusif  guna kesuksesan pada masa peralihan ini. Termasuk media social, atau yang lebih dikenal dengan sosmed, juga media massa, dua hal yang sangat erat dalam kehidupan social saat ini. Khususnya remaja, tentu akan lekat dengan keduanya, mengingat berbagai aplikasi sosmed yang terus berkembang pesat, juga media massa yang semakin beragam dan menarik. Karena remaja dalam upaya mencari eksistenti dirinya, tentu tidak mau dianggap ketinggalan informasi, atau dengan istilah popular kudet, kurang update. Pertanyaannya sekarang: sudah tepatkah media social dan media massa yang dikonsumsi remaja sekarang? Mengingat media social dan media massa akan sangat mempengaruhi interaksi dan pergaulannya.
Sebelum membahas lebih jauh, mari lebih dulu kita tahu tentang media. Dalam kehidupan demokrasi sekarang khususnya, peran media menjadi penting dalam upaya menjamin hak asasi manusia bagi warga negara. Kebebasan berpendapat dan berpikir, serta keterbukaan pemerintah, menjadi suatu hal yang menjadi dasar suksesnya terlaksana demokrasi di suatu negara. Media memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk opini yang berkembang di masyarakat dan cara berpikir mereka. Terutama di Indonesia setelah reformasi yang menuntut kebebasan.
Kebebasan ini jangan sampai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan. Demikianlah seharusnya, namun sayangnya tidak untuk saat ini. Media massa menjadi komoditas yang menggiurkan dalam sekejap, hegemoni kepentingan ekonomi dan politik terjadi. Tidaklah heran bila sejumlah media massa mendukung partai politik tertentu, misalnya. Atau media massa bernuansa remaja yang memuat konten yang dibilang gaul. Bisa dikatakan, konten yang dimuat memberikan rangsangan buruk terhadap perkembangan fisik dan psikis pada remaja, yang paling popular gambar fisik seseorang yang menarik perhatian namun dalam hal negatif.
Sosmed juga demikian, dengan tingkat kebebasan semakin besar. Banyak aplikasi yang bisa digunakan, semakin mendorong interaksi tidak langsung antar individu, membuat rasa ingin tahu lebih kuat. Pergaulan menjadi sangat bebas, berkenalan sana-sini tanpa lebih dulu tahu siapa lawan pihak bicara. Segala informasi bisa didapat, termasuk dapat ditelusuri dan dicari sesuatu yang diinginkan. Di sinilah bahayanya letak kebebasan dalam sosmed. Buruknya mendorong kebebasan pergaulan dan informasi lainnya, tanpa memilah terlebih dulu.
Penyalahgunaan NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) masih kalah dan kurang tersentuh dibandingkan konten, baik di media massa maupun di media sosial. Justru buruknya, kondisi media massa dan sosmed yang demikian ini, mendorong tingkat penyalahgunaan narkotika. Diawali dengan rasa penasaran mendorong ingin mengatahui segala sesuatu, temasuk dari sekedar mencoba narkotika yang kemudian menjadi ketagihan, padahal bukan kapasitasnya untuk menggunakan narkotika.
Penggunaan narkotika akan berpengaruh pada fisik dan psikis seseorang, seharusnya dikonsumsi dengan dosis yang tepat sesuai arahan dokter. Jika salah digunakan, maka akan berdampak negative pada perkembangan fisik dan psikis remaja, membentuk karakter yang tidak dikehendaki masyarakat, dengan mental yang semakin rusak. Rasa candu yang semakin tinggi, kehilangan kesadaran, membuat lebih berani tanpa kendali. Jika tidak mengkonsumsi justru timbul rasa kejang-kejang, mendorong untuk terus mengkonsumsi tanpa batas. Itulah zat adiktif yang merangsang candu untuk terus menggunakan narkoba, yangmana seharusnya ada arahan dokter. Kondisi ini diperparah dengan adanya bandar narkotika, melihat hal ini menjadi sebuah peluang yang besar, mendapatkan keuntungan dalam sekejap.
Maka tidak heran jika akibatnya adalah tindakan kriminalitas, perilaku yang tidak dikehendaki dalam masyarakat dan merusak masa depan bangsa. Pembunuhan, perampokan, kerusuhan, meninggal secara sia-sia, dan sebagainya yang tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila sebagai jati diri bangsa. Sekalipun di Indonesia, rata-rata penyalahgunaan tingkat bawah, seperti pil koplo atau pil ekstasi, juga miras, tetap saja hal ini berbahaya dan bisa semakin lebih berbahaya bila tidak diperhatikan secara serius.
Di sinilah peran media massa dan sosmed agar penyalahgunaan narkotika tidak terulang. Media massa bukannya harus memuat konten mayoritas tentang narkotika, mengingat permasalahan bangsa tidak hanya itu. Namun memuat tentang apa yang bisa masyarakat lakukan untuk menangani masalah ini. Tidak hanya memuat berita penyalahgunaan narkotika yang membuat masyarakat heboh secara spontan, seperti jika kasus tersebut melibatkan pejabat dan/atau keluarganya, atau yang ditimbulkan seperti pembunuhan dan perampokan besar. Termasuk para pengguna sosmed agar setidaknya mengendalikan diri dan memilah informasi yang bermanfaat maupun tidak. Termasuk dengan tidak menyebarkan informasi yang tidak bermanfaat, juga melaporkan konten yang demikian.
Seharusnya dan akan lebih baik lagi jika media massa dan media social digunakan untuk kampanye dalam upaya mencegah maupun meminimalisir penyalahgunaan narkotika. Kita bisa memanfaatkan media massa untuk menulis opini maupun berita di rubik yang disediakan. Atau kita bisa menuliskannya terkait hal ini di social media. Termasuk kita bisa menggunakan group discussion atau fanspage, dengan menjalin interaksi dengan individu maupun instansi yang telah dikenal untuk diajak bekerjasama. Kita juga bisa membuat gambar yang menarik untuk mengajak masyarakat menanggulangi penyalahgunaan narkotika. Bahkan sebuah event untuk mengkampanyekan hal ini, seperti yang kita lakukan saat ini. Dari hal-hal yang sederhana ini, kita dapat menggerakkan massa dengan satu tujuan yang sama: mencegah maupun meminimalisir penyalahgunaan narkotika!

Muhammad Karim Amrullah
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar