REMAJA, MEDIA,
DAN NARKOTIKA
Oleh: MUHAMMAD
KARIM AMRULLAH
Esai Ditulis sebagai Syarat untuk
Mengikuti Diklat Kader Anti Napza pada 1-2 November 2014 di Magelang
Masa remaja, sebuah masa peralihan dari anak-anak ke
dewasa yang terjadi sekitar usia 13-21 tahun. Terjadi perubahan fisik dan
psikis, yangmana tentu saja ada perubahan dalam kehidupan social. Secara fisik,
organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi mulai matang. Secara psikis, remaja
butuh pihak-pihak yang bisa dekat dengannya, mengeluarkan segala imajinasi pemikiran
dan isi hatinya. Sedangkan secara social, masa remaja akan mengenal dunia luar
yang lebih luas. Menentukan pembentukan karakter yang akan memengaruhi
kesuksesan masa depannya nanti, juga masa depan bagi bangsa dan negaranya.
Pembentukan karakter akan sangat ditentukan pengalaman dan pengetahuan dari apa
yang didapat: dari rasa ingin tahunya yang kuat akan sesuatu yang baru.
Karenanya, diperlukan kondisi keluarga yang
memberikannya rasa aman, juga kondisi lingkungannya, baik sekolah, pergaulan,
organisasi, maupun pekerjaan, yang kondusif
guna kesuksesan pada masa peralihan ini. Termasuk media social, atau
yang lebih dikenal dengan sosmed, juga media massa, dua hal yang sangat erat
dalam kehidupan social saat ini. Khususnya remaja, tentu akan lekat dengan
keduanya, mengingat berbagai aplikasi sosmed yang terus berkembang pesat, juga
media massa yang semakin beragam dan menarik. Karena remaja dalam upaya mencari
eksistenti dirinya, tentu tidak mau dianggap ketinggalan informasi, atau dengan
istilah popular kudet, kurang update. Pertanyaannya sekarang: sudah tepatkah
media social dan media massa yang dikonsumsi remaja sekarang? Mengingat media
social dan media massa akan sangat mempengaruhi interaksi dan pergaulannya.
Sebelum membahas lebih jauh, mari lebih dulu kita
tahu tentang media. Dalam kehidupan demokrasi sekarang khususnya, peran media
menjadi penting dalam upaya menjamin hak asasi manusia bagi warga negara. Kebebasan
berpendapat dan berpikir, serta keterbukaan pemerintah, menjadi suatu hal yang
menjadi dasar suksesnya terlaksana demokrasi di suatu negara. Media memiliki
peran yang sangat penting dalam membentuk opini yang berkembang di masyarakat
dan cara berpikir mereka. Terutama di Indonesia setelah reformasi yang menuntut
kebebasan.
Kebebasan ini jangan sampai bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Demikianlah seharusnya, namun sayangnya tidak untuk saat ini. Media massa menjadi
komoditas yang menggiurkan dalam sekejap, hegemoni kepentingan ekonomi dan
politik terjadi. Tidaklah heran bila sejumlah media massa mendukung partai
politik tertentu, misalnya. Atau media massa bernuansa remaja yang memuat
konten yang dibilang gaul. Bisa dikatakan, konten yang dimuat memberikan
rangsangan buruk terhadap perkembangan fisik dan psikis pada remaja, yang
paling popular gambar fisik seseorang yang menarik perhatian namun dalam hal
negatif.
Sosmed juga demikian, dengan tingkat kebebasan
semakin besar. Banyak aplikasi yang bisa digunakan, semakin mendorong interaksi
tidak langsung antar individu, membuat rasa ingin tahu lebih kuat. Pergaulan
menjadi sangat bebas, berkenalan sana-sini tanpa lebih dulu tahu siapa lawan
pihak bicara. Segala informasi bisa didapat, termasuk dapat ditelusuri dan
dicari sesuatu yang diinginkan. Di sinilah bahayanya letak kebebasan dalam
sosmed. Buruknya mendorong kebebasan pergaulan dan informasi lainnya, tanpa
memilah terlebih dulu.
Penyalahgunaan NAPZA (narkotika, psikotropika, dan
zat adiktif) masih kalah dan kurang tersentuh dibandingkan konten, baik di
media massa maupun di media sosial. Justru buruknya, kondisi media massa dan
sosmed yang demikian ini, mendorong tingkat penyalahgunaan narkotika. Diawali
dengan rasa penasaran mendorong ingin mengatahui segala sesuatu, temasuk dari
sekedar mencoba narkotika yang kemudian menjadi ketagihan, padahal bukan
kapasitasnya untuk menggunakan narkotika.
Penggunaan narkotika akan berpengaruh pada fisik dan
psikis seseorang, seharusnya dikonsumsi dengan dosis yang tepat sesuai arahan
dokter. Jika salah digunakan, maka akan berdampak negative pada perkembangan
fisik dan psikis remaja, membentuk karakter yang tidak dikehendaki masyarakat,
dengan mental yang semakin rusak. Rasa candu yang semakin tinggi, kehilangan
kesadaran, membuat lebih berani tanpa kendali. Jika tidak mengkonsumsi justru
timbul rasa kejang-kejang, mendorong untuk terus mengkonsumsi tanpa batas.
Itulah zat adiktif yang merangsang candu untuk terus menggunakan narkoba,
yangmana seharusnya ada arahan dokter. Kondisi ini diperparah dengan adanya
bandar narkotika, melihat hal ini menjadi sebuah peluang yang besar,
mendapatkan keuntungan dalam sekejap.
Maka tidak heran jika akibatnya adalah tindakan
kriminalitas, perilaku yang tidak dikehendaki dalam masyarakat dan merusak masa
depan bangsa. Pembunuhan, perampokan, kerusuhan, meninggal secara sia-sia, dan
sebagainya yang tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila sebagai jati diri
bangsa. Sekalipun di Indonesia, rata-rata penyalahgunaan tingkat bawah, seperti
pil koplo atau pil ekstasi, juga miras, tetap saja hal ini berbahaya dan bisa
semakin lebih berbahaya bila tidak diperhatikan secara serius.
Di sinilah peran media massa dan sosmed agar
penyalahgunaan narkotika tidak terulang. Media massa bukannya harus memuat
konten mayoritas tentang narkotika, mengingat permasalahan bangsa tidak hanya
itu. Namun memuat tentang apa yang bisa masyarakat lakukan untuk menangani
masalah ini. Tidak hanya memuat berita penyalahgunaan narkotika yang membuat
masyarakat heboh secara spontan, seperti jika kasus tersebut melibatkan pejabat
dan/atau keluarganya, atau yang ditimbulkan seperti pembunuhan dan perampokan
besar. Termasuk para pengguna sosmed agar setidaknya mengendalikan diri dan
memilah informasi yang bermanfaat maupun tidak. Termasuk dengan tidak
menyebarkan informasi yang tidak bermanfaat, juga melaporkan konten yang
demikian.
Seharusnya dan akan lebih baik lagi jika media massa
dan media social digunakan untuk kampanye dalam upaya mencegah maupun
meminimalisir penyalahgunaan narkotika. Kita bisa memanfaatkan media massa
untuk menulis opini maupun berita di rubik yang disediakan. Atau kita bisa
menuliskannya terkait hal ini di social media. Termasuk kita bisa menggunakan
group discussion atau fanspage, dengan menjalin interaksi dengan individu
maupun instansi yang telah dikenal untuk diajak bekerjasama. Kita juga bisa
membuat gambar yang menarik untuk mengajak masyarakat menanggulangi
penyalahgunaan narkotika. Bahkan sebuah event untuk mengkampanyekan hal ini,
seperti yang kita lakukan saat ini. Dari hal-hal yang sederhana ini, kita dapat
menggerakkan massa dengan satu tujuan yang sama: mencegah maupun meminimalisir
penyalahgunaan narkotika!
Muhammad Karim Amrullah
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar