Minggu, 23 November 2014

Museum Benteng Vredeburg sebagai Wahana Pembelajaran Sejarah tentang Perjuangan Kemerdekaan Indonesia berupa Diorama yang Menarik dan Komunikatif



Museum Benteng Vredeburg sebagai Wahana Pembelajaran Sejarah tentang Perjuangan Kemerdekaan Indonesia berupa Diorama yang Menarik dan Komunikatif
Oleh
Muhammad Karim Amrullah

MADRASAH ALIYAH NEGERI YOGYAKARTA 1
YOGYAKARTA
2011

ISI

Kota Yogyakarta terkenal akan berbagai objek wisata yang menarik. Salah satu objek wisatanya adalah sebuah museum kuno yang berhadapan langsung dengan Istana Kepresidenan di Yogyakarta dan di sebelah barat persis Taman Pintar. Karena lokasinya yang cukup strategis inilah, bangunan yang berdiri di atas tanah milik Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini tidaklah sukar untuk dicari keberadaannya di kota yang dijuluki “Berhati Nyaman” ini. Apalagi, museum yang bersejarah bagi perjuangan bangsa Indonesia melawan para penjajah ini, kerap digunakan juga sebagai tempat dilangsungkannya berbagai kegiatan acara seni dan budaya Yogyakarta. Misalnya pada bulan Juli yang lalu dijadikan sebagai tempat penutupan acara FKY (Festifal Kesenian Yogyakarta) yang diselenggarakan di Yogyakarta.
Museum Benteng Vredeburg namanya. Bangunan yang berwujud benteng berbentuk bujur sangkar ini beralamatkan di Jl. Ahmad Yani no. 6, Kelurahan Ngapusan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta, DIY. Tampak pada halaman depan bangunan terdapat sebuah jembatan kecil yang menghubungkan antara halaman parkir depan museum dengan pintu gerbang utama di sebelah barat yang dipisahkan oleh parit yang cukup lebar. Setelah melewati jembatan penghubung, pengunjung bisa langsung memasuki pintu gerbang utama untuk membayar tiket masuk sebesar Rp 2000,-. Jika membutuhkan pemandu museum, pengunjung bisa konfirmasi terlebih dulu dengan petugas di tempat.
Memasuki bagian dalam bangunan yang dilindungi oleh pagar beton yang sangat tebal yang terdapat menara pengawas di keempat sudutnya, terdapat petunjuk ke mana arah menuju tempat-tempat yang berada di dalamnya. Salah satunya menunjukkan ke arah ruang pameran diorama pada museum yang menggambarkan tentang sejarah perjuangan rakyat Indonesia mulai dari masa Perang Diponegoro hingga masa orde baru.  Ruang pameran diorama terbagi ke dalam empat ruangan dengan pembagian masing-masing penggambaran sejarahnya. Setiap ruangan terdapat diorama yang terdiri dari miniatur-miniatur yang dilindungi di dalam lemari khusus diorama disertai keterangan penjelasannya dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, dengan pembagian nomer masing-masing diorama. Di dalam ruang pameran diorama yang bernuansa gelap karena tertutup oleh jendela dan gorden ini, juga dilengkapi penjelasan visual – dengan menekan tombol yang disediakan, koleksi foto-foto jaman dahulu kala – yang  telah diperbesar ukurannya, koleksi lukisan, kata-kata terpenting yang pernah dikemukakan oleh beberapa tokoh pejuang kemerdekaan – yang disalin kembali ke dalam tulisan yang terpajang di tembok, koleksi realia, dan koleksi replika maupun barang asli pada jaman dahulu kala untuk memperkuat penjelasan-penjelasan yang ada.
Namun, yang akan saya bahas kali ini hanya sebatas pada diorama yang menggambarkan tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949, yangmana secara keseluruhan hanya terdapat pada ruang pameran diorama II dan III, sedangkan pada ruang pameran diorama I hanya terdapat satu diorama yang menggambarkan berkaitan dengan hal tersebut dan tidak terdapat pada ruang pameran diorama IV.
Dari ketiga ruang pameran diorama tersebut, diorama yang menggambarkan tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia terbagi ke dalam lima periode yaitu dari tahun  1945 hingga 1949. Berkaitan dengan hal tersebut, pada ruang pameran diorama I hanya berisi tentang latihan kemiliteran yang dilakukan oleh PETA (Pembela Tanah Air) dan anak-anak sekolah pada tahun 1942-1945 di Bumijo (sekarang Jl. Tentara Pelajar  depan SMA Yayasan 17 Yogyakarta) dengan cara Japanisasi demi kepentingan Jepang di Indonesia.
Pada ruang pameran diorama II, adegan diorama menggambarkan tentang dukungan Sri Sultan Hamengku Buwono IX terhadap Proklamasi RI, perebutan percetakan Sinar Matahari di selatan Hotel Merdeka oleh pers, penurunan Hinomoru (bendera Jepang) di Gedung Cokan Kantai tanggal 21 September 1945, pengeboman Balai Mataram dan sekitarnya oleh sekutu tanggal 25 dan 27 November 1945, Pertempuran Kotabaru tanggal 7 Oktober 1945, acara ulang tahun AKMIL (Akademi Militer) di Yogyakarta bulan April 1946, kegiatan MA di Kotabaru, pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) di Markas Besar TKR tanggal 5 Oktober 1945, Kongres Pemuda di alun-alun utara Yogyakarta tanggal 10 November 1945, Pemerintah RI hijrah ke Yogyakarta tanggal 4 Januari 1946 karena kondisi di Jakarta tidak aman, para pemuda dan pelajar berlatih kemiliteran masa revolusi tahun 1946, berdirinya UGM (Universitas Gadjah Mada) Yogyakarta, kegiatan PMI (Palang Merah Indonesia) membantu korban perang, pembentukan TRI AU (Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara) tanggal 9 April 1946, kegiatan pabrik senjata di Demakijo tahun 1946, gerakan seniman masa revolusi tahun 1946, jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA di Bantul yang berbendera Palang Merah yang mengangkut bantuan obat-obatan tanggal 29 Juli 1947 karena ditembak Belanda, serta pelantikan Jendral Soedirman sebagai Pangsar (Panglima Besar) TNI di Istana Kepresidenan Yogyakarta tanggal 28 Juni 1947.
Selain itu, ruang pameran diorama II juga dilengkapi dengan salinan teks Proklamasi yang diketik, salinan “Amanat Seripaduka Ingkang Sinuwun Kandjeng Sultan Jogjakarta” pada tanggal 5 September 1945, mesin ketik merk “Royal” yang digunakan untuk operasional pada awal berdirinya Surat Kabar Kedaulatan Rakyat, mesin cetak merk “Heidelberg” untuk mencetak Koran Sedya Tama (yang nantinya menjadi Sinar Matahari dan diganti lagi menjadi Kedaulatan Rakyat sampai sekaramg), replika granat gombyok, replika senjata tentara VOC, serta beberapa koleksi foto-foto jaman dahulu kala.
Pada ruang pameran diorama III, adegan diorama menggambarkan tentang pasukan Siliwangi dari Jawa Barat hijrah ke Yogyakarta tanggal 11 Februari 1948, bantuan obat-obatan dari pemerintah Mesir yang tiba di Lapangan Maguwo Yogyakarta tanggal 5 Maret 1948, pembukaan PON (Pekan Olahraga Nasional) I RI di Jl. Mangkubumi Yogyakarta tanggal 9 September 1948, Agresi Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948, stasiun pemancar radio dalam perang gerilya tahun 1948-1949, dapur umum di daerah gerilya tahun 1948-1949, intimidasi dan penggeledahan tentara Belanda terhadap rakyat Indonesia di Bantul tanggal 1 Februari 1949, perlawanan oleh para gerilyawan TNI terhadap agresi Belanda di Bantul tanggal 19 Februari 1949, sabotase Jembatan Duwet untuk menghambat Agresi Militer Belanda II awal tahun 1949, Serangan Umum 1 Maret 1949, pencegatan konvoi tentara Belanda di Jembatan Piyungan bulan Maret 1949, perlawanan tentara pelajar terhadap serdadu Belanda di Sleman bulan Mei 1949, pasukan gerilya masuk ke Yogyakarta akhir bulan Juni 1949, para pemimpin Negara Indonesia tiba di Lapangan Maguwo Yogyakarta tanggal 6 Juli 1949 dari pengasingan di Pulau Bangka, Jendral Soedirman menerima penghormatan dalam parade militer di alun-alun utara Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949, Konferensi Inter Indonesia di Hotel Tugu Yogyakarta tanggal 19-22 Juli 1949, pelantikan Presiden RIS di Bangsal Manguntur Tangkil Sitihinggil Kraton Yogyakarta tanggal 17 Desember 1949, serta pemerintahan RIS dipindahkan ke Jakarta tanggal 28 Desember 1949. Selain itu, ruang pameran diorama III juga dilengkapi dengan sebuah lukisan dan beberapa koleksi foto-foto jaman dahulu kala.
Secara keseluruhan, ruang pameran diorama sudah cukup baik, karena diorama-diorama yang dipamerkan di dalamnya sudah cukup lengkap menggambarkan tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, dilengkapi dengan koleksi foto, koleksi lukisan, kata-kata terpenting yang pernah dikemukakan oleh beberapa tokoh pejuang, koleksi realia, dan koleksi untuk memperkuat penjelasan-penjelasan yang ada pada diorama maupun menghiasi ruang pameran diorama. Ruang pameran diorama yang bernuansa gelap karena tertutup oleh jendela dan gorden, sebenarnya cukup unik untuk menyajikan koleksi-koleksi yang ada di dalamnya. Namun di sisi lain, hal tersebut membuat pengunjung merasa kurang nyaman terutama disaat listrik padam. Tidak hanya itu, ruang pameran diorama yang bernuansa gelap juga akan membutuhkan listrik yang lebih banyak, sejak museum buka pukul 8:30 pagi sampai tutup pukul 16:00 sore hari – kecuali pada hari Senin karena tutup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar