Museum Benteng Vredeburg sebagai Wahana Pembelajaran Sejarah tentang Perjuangan Kemerdekaan Indonesia berupa Diorama yang Menarik dan Komunikatif
Oleh
Muhammad
Karim Amrullah
MADRASAH ALIYAH NEGERI YOGYAKARTA 1
YOGYAKARTA
2011
ISI
Kota Yogyakarta terkenal akan berbagai objek wisata yang
menarik. Salah satu objek wisatanya adalah sebuah museum kuno yang berhadapan
langsung dengan Istana Kepresidenan di Yogyakarta dan di sebelah barat persis Taman
Pintar. Karena lokasinya yang cukup strategis inilah, bangunan yang berdiri di
atas tanah milik Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini tidaklah sukar untuk
dicari keberadaannya di kota yang dijuluki “Berhati Nyaman” ini. Apalagi,
museum yang bersejarah bagi perjuangan bangsa Indonesia melawan para penjajah
ini, kerap digunakan juga sebagai tempat dilangsungkannya berbagai kegiatan acara
seni dan budaya Yogyakarta. Misalnya pada bulan Juli yang lalu dijadikan
sebagai tempat penutupan acara FKY (Festifal Kesenian Yogyakarta) yang
diselenggarakan di Yogyakarta.
Museum Benteng Vredeburg namanya. Bangunan yang berwujud
benteng berbentuk bujur sangkar ini beralamatkan di Jl. Ahmad Yani no. 6,
Kelurahan Ngapusan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta, DIY. Tampak pada halaman
depan bangunan terdapat sebuah jembatan kecil yang menghubungkan antara halaman
parkir depan museum dengan pintu gerbang utama di sebelah barat yang dipisahkan
oleh parit yang cukup lebar. Setelah melewati jembatan penghubung, pengunjung
bisa langsung memasuki pintu gerbang utama untuk membayar tiket masuk sebesar
Rp 2000,-. Jika membutuhkan pemandu museum, pengunjung bisa konfirmasi terlebih
dulu dengan petugas di tempat.
Memasuki bagian dalam bangunan yang dilindungi oleh pagar
beton yang sangat tebal yang terdapat menara pengawas di keempat sudutnya,
terdapat petunjuk ke mana arah menuju tempat-tempat yang berada di dalamnya.
Salah satunya menunjukkan ke arah ruang pameran diorama pada museum yang
menggambarkan tentang sejarah perjuangan rakyat Indonesia mulai dari masa
Perang Diponegoro hingga masa orde baru. Ruang pameran diorama terbagi ke dalam empat
ruangan dengan pembagian masing-masing penggambaran sejarahnya. Setiap ruangan
terdapat diorama yang terdiri dari miniatur-miniatur yang dilindungi di dalam
lemari khusus diorama disertai keterangan penjelasannya dalam Bahasa Indonesia
dan Bahasa Inggris, dengan pembagian nomer masing-masing diorama. Di dalam
ruang pameran diorama yang bernuansa gelap karena tertutup oleh jendela dan
gorden ini, juga dilengkapi penjelasan visual – dengan menekan
tombol yang disediakan, koleksi
foto-foto jaman dahulu kala – yang telah
diperbesar ukurannya, koleksi lukisan, kata-kata terpenting yang pernah
dikemukakan oleh beberapa tokoh pejuang kemerdekaan – yang disalin kembali ke
dalam tulisan yang terpajang di tembok, koleksi realia, dan koleksi replika
maupun barang asli pada jaman dahulu kala untuk memperkuat
penjelasan-penjelasan yang ada.
Namun, yang akan saya bahas kali ini hanya sebatas pada
diorama yang menggambarkan tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia
tahun 1945-1949, yangmana secara keseluruhan hanya terdapat pada ruang pameran diorama
II dan III, sedangkan pada ruang pameran diorama I hanya terdapat satu diorama
yang menggambarkan berkaitan dengan hal tersebut dan tidak terdapat pada ruang
pameran diorama IV.
Dari ketiga ruang pameran diorama tersebut, diorama yang
menggambarkan tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia terbagi ke dalam
lima periode yaitu dari tahun 1945
hingga 1949. Berkaitan dengan hal tersebut, pada ruang pameran diorama I hanya
berisi tentang latihan kemiliteran yang dilakukan oleh PETA (Pembela Tanah Air)
dan anak-anak sekolah pada tahun 1942-1945 di Bumijo (sekarang Jl. Tentara
Pelajar depan SMA Yayasan 17 Yogyakarta)
dengan cara Japanisasi demi kepentingan Jepang di Indonesia.
Pada ruang pameran diorama II, adegan diorama
menggambarkan tentang dukungan Sri Sultan Hamengku Buwono IX terhadap
Proklamasi RI, perebutan percetakan Sinar Matahari di selatan Hotel Merdeka
oleh pers, penurunan Hinomoru (bendera Jepang) di Gedung Cokan Kantai tanggal
21 September 1945, pengeboman Balai Mataram dan sekitarnya oleh sekutu tanggal
25 dan 27 November 1945, Pertempuran Kotabaru tanggal 7 Oktober 1945, acara ulang
tahun AKMIL (Akademi Militer) di Yogyakarta bulan April 1946, kegiatan MA di
Kotabaru, pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) di Markas Besar TKR tanggal
5 Oktober 1945, Kongres Pemuda di alun-alun utara Yogyakarta tanggal 10
November 1945, Pemerintah RI hijrah ke Yogyakarta tanggal 4 Januari 1946 karena
kondisi di Jakarta tidak aman, para pemuda dan pelajar berlatih kemiliteran masa
revolusi tahun 1946, berdirinya UGM (Universitas Gadjah Mada) Yogyakarta,
kegiatan PMI (Palang Merah Indonesia) membantu korban perang, pembentukan TRI
AU (Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara) tanggal 9 April 1946, kegiatan
pabrik senjata di Demakijo tahun 1946, gerakan seniman masa revolusi tahun 1946,
jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA di Bantul yang berbendera Palang Merah yang
mengangkut bantuan obat-obatan tanggal 29 Juli 1947 karena ditembak Belanda,
serta pelantikan Jendral Soedirman sebagai Pangsar (Panglima Besar) TNI di
Istana Kepresidenan Yogyakarta tanggal 28 Juni 1947.
Selain itu, ruang pameran diorama II juga dilengkapi dengan
salinan teks Proklamasi yang diketik, salinan “Amanat Seripaduka Ingkang
Sinuwun Kandjeng Sultan Jogjakarta” pada tanggal 5 September 1945, mesin ketik
merk “Royal” yang digunakan untuk operasional pada awal berdirinya Surat Kabar
Kedaulatan Rakyat, mesin cetak merk “Heidelberg” untuk mencetak Koran Sedya
Tama (yang nantinya menjadi Sinar Matahari dan diganti lagi menjadi Kedaulatan
Rakyat sampai sekaramg), replika granat gombyok, replika senjata tentara VOC,
serta beberapa koleksi foto-foto jaman dahulu kala.
Pada ruang pameran diorama III, adegan diorama
menggambarkan tentang pasukan Siliwangi dari Jawa Barat hijrah ke Yogyakarta
tanggal 11 Februari 1948, bantuan obat-obatan dari pemerintah Mesir yang tiba
di Lapangan Maguwo Yogyakarta tanggal 5 Maret 1948, pembukaan PON (Pekan
Olahraga Nasional) I RI di Jl. Mangkubumi Yogyakarta tanggal 9 September 1948, Agresi
Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948, stasiun pemancar radio dalam
perang gerilya tahun 1948-1949, dapur umum di daerah gerilya tahun 1948-1949, intimidasi
dan penggeledahan tentara Belanda terhadap rakyat Indonesia di Bantul tanggal 1
Februari 1949, perlawanan oleh para gerilyawan TNI terhadap agresi Belanda di
Bantul tanggal 19 Februari 1949, sabotase Jembatan Duwet untuk menghambat
Agresi Militer Belanda II awal tahun 1949, Serangan Umum 1 Maret 1949, pencegatan
konvoi tentara Belanda di Jembatan Piyungan bulan Maret 1949, perlawanan
tentara pelajar terhadap serdadu Belanda di Sleman bulan Mei 1949, pasukan
gerilya masuk ke Yogyakarta akhir bulan Juni 1949, para pemimpin Negara
Indonesia tiba di Lapangan Maguwo Yogyakarta tanggal 6 Juli 1949 dari pengasingan
di Pulau Bangka, Jendral Soedirman menerima penghormatan dalam parade militer
di alun-alun utara Yogyakarta tanggal 10 Juli 1949, Konferensi Inter Indonesia
di Hotel Tugu Yogyakarta tanggal 19-22 Juli 1949, pelantikan Presiden RIS di
Bangsal Manguntur Tangkil Sitihinggil Kraton Yogyakarta tanggal 17 Desember
1949, serta pemerintahan RIS dipindahkan ke Jakarta tanggal 28 Desember 1949. Selain itu, ruang pameran diorama III juga dilengkapi dengan
sebuah lukisan dan beberapa koleksi foto-foto jaman dahulu kala.
Secara
keseluruhan, ruang pameran diorama sudah cukup baik, karena diorama-diorama
yang dipamerkan di dalamnya sudah cukup lengkap menggambarkan tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia,
dilengkapi dengan koleksi foto, koleksi
lukisan, kata-kata terpenting yang pernah dikemukakan oleh beberapa tokoh
pejuang, koleksi realia, dan koleksi untuk memperkuat penjelasan-penjelasan
yang ada
pada diorama maupun menghiasi ruang pameran diorama. Ruang pameran diorama yang bernuansa gelap
karena tertutup oleh jendela dan gorden, sebenarnya cukup unik untuk menyajikan
koleksi-koleksi yang ada di dalamnya. Namun di sisi lain, hal tersebut membuat
pengunjung merasa kurang nyaman terutama disaat listrik padam. Tidak hanya itu,
ruang pameran diorama yang bernuansa gelap juga akan
membutuhkan listrik yang lebih banyak, sejak museum buka pukul 8:30 pagi sampai
tutup pukul 16:00 sore hari – kecuali pada hari Senin karena tutup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar