Konstitusi Negara Kesatuan
Republik Indonesia, PKn
M. Karim A – MAN
Yogyakarta 1
2010
BAB I
Pendahuluan
Konstitusi
A. Latar Belakang
Perkataan ‘konstitusi’ berasal dari bahasa Perancis
Constituer dan Constitution, kata pertama berarti membentuk, mendirikan atau
menyusun, dan kata kedua berarti susunan atau pranata (masyarakat). Dengan
demikian konstitusi memiliki arti; permulaan dari segala peraturan mengenai
suatu Negara. Pada umumnya langkah awal untuk mempelajari hukum tata negara
dari suatu negara dimulai dari konstitusi negara bersangkutan. Mempelajari
konstitusi berarti juga mempelajari hukum tata negara dari suatu negara,
sehingga hukum tata negara disebut juga dengan constitutional law. Istilah
Constitutional Law di Inggris menunjukkan arti yang sama dengan hukum tata negara. Penggunaan istilah
Constitutional Law didasarkan atas
alasan bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi lebih menonjol.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau
sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan besar
yang bernama ‘negara’. Karena sifatnya yang fundamental ini maka aturan ini
harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan
fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah
berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
B. Pendekatan
Dalam penulisan ini digunakan pendekatan historis.
BAB II
Sejarah Konstitusi
dan Amandemen UUD 1945 Indonesia
A. Sejarah Konstitusi
Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1)
konstitusi tertulis dan 2) konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini,
hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang
dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang
dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak asasi
manusia.
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki
konstitusi tertulis adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan
dasar terhadap semua lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak asasi manusia
terdapat pada adat kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik
dokumen yang relatif baru maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta
yang berasal dari tahun 1215 yang memuat jaminan hak-hak asasi manusia rakyat
Inggris. Karena ketentuan mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai
dokumen atau hanya hidup dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris
masuk dalam kategori negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai
pembagian kekuasaan berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan
jenis kekuasaan itu dibentuklah lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis
kekuasaan itu perlu ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga
negara yang bertanggung jawab untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.
Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis
tugas atau kewenangan itu, salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa
kekuasaan negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan
secara ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu adalah : 1) kekuasaan membuat peraturan
perundangan (legislatif); 2) kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan
(eksekutif) dan kekuasaan kehakiman (judikatif).
Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi
atau dipisahkan di dalam konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku
karangannya Staatsrecht over Zee. Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam
yaitu :1) pemerintahan (bestuur); 2) perundang-undangan; 3) kepolisian dan
4)pengadilan. Van Vollenhoven kemungkinan menilai kekuasaan eksekutif itu
terlalu luas dan karenanya perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu
kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang
jenis kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa
untuk melaksanakan hukum.
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara
di Indonesia mendukung gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk
menambah dua lagi jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan
Kekuasaan untuk memeriksa keuangan negara untuk menjadi jenis kekuasaan ke-lima
dan ke-enam.
Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan
diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur dalam
suatu konstitusi itu umumnya terbagi atas enam dan masing-masing kekuasaan itu
diurus oleh suatu badan atau lemabaga tersendiri yaitu:
1.
kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)
2.
kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3.
kekuasaan kehakiman (judikatif)
4.
kekuasaan kepolisian
5.
kekuasaan kejaksaan
6.
kekuasaan memeriksa keuangan negara
B. Amandemen UUD 1945
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum
dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya
suatu konstitusi harus memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum
lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan
negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat
membawa perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi
suatu negara yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan
dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan
konstitusi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi
apabila mekanisme penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang
berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena
itu, konstitusi biasanya juga mengandung
ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya
dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar
aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat
sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan
dalam praktek ketatanegaraan di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem
yang pertama adalah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan
berlaku adalah konstitusi yang berlaku secara keseluruhan (penggantian
konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di dunia. Sistem yang
kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli
tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut merupakan amandemen dari
konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain, amandemen tersebut merupakan
atau menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.
Menurut C.F Strong ada empat macam prosedur perubahan
kosntitusi:
Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan
legislatif, akan tetap yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan
tertentu. Perubahan ini terjadi melalui tiga macam kemungkinan.
1.
Pertama, untuk
mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif harus dihadiri
oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum) yang ditentukan
secara pasti
2.
Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga
perwakilan rakyat harus dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan
pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat harus diperbaharui inilah yang
kemudian melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi.
3.
Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku
dalam sistem majelis dua kamar. Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga
perwakilan rakyat harus mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah,
dengan syarat-syarat seperti dalam cara pertama, yang berwenang mengubah
kosntitusi.
Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu
referendum. Apabila ada kehendak untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara
yang diberi wewenang untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui
suatu referendum atau plebisit. Usul perubahan konstitusi yang dimaksud disiapkan lebih dulu oleh badan
yang diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum atau plebisit ini rakyat
menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan yang
telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu usul
perubahan diatur dalam konstitusi.
Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang
dilakukan oleh sejumlah negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat
harus dilakukan dengan persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut.
Hal ini dilakukan karena konstitusi
dalam negara serikat dianggap sebagai perjanjian antara negara-negara
bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh negara serikat, dalam
hal ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata akhir berada pada
negara-negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat pula berasal dari
negara-negara bagian.
Perubahan konstitusi
yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lemabag negara
khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Cara ini dapat dijalankan
baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat. Apabila ada kehendak untuk mengubah konstitusi, maka
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus
yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat
berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari
pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga
negara khusus tersebut. Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah
melaksanakan tugas serta wewenang sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu
bubar.
Hans Kelsen mengatakan bahwa kosntitusi asli dari suatu
negara adalah karya pendiri negara tersebut. Dan ada beberapa cara perubahan
konstitusi menurut Kelsen yaitu :
1.
Perubahan yang dilakukan diluar kompetensi organ
legislatif biasa yang dilembagakan oleh konstitusi tersebut, dan dilimpahkan
kepada sebuah konstituante, yaitu suatu organ khusus yang hanya kompeten untuk
mengadakan perubahan-perubahan konstitusi
2.
Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan
konstitusi bisa jadi harus disetujui
oleh dewan perwakilan rakyat dari sejumlah negara anggota tertentu.
Miriam Budiarjo mengemukakan adanya empat macam prosedur
perubahan konstitusi, yaitu :
1.
Sidang badan legislatif ditambah beberapa syarat
misalnya ketentuan kuorum dan jumlah minimum anggota badan legislatif untuk
menerima perubahan.
2.
Referendum atau plebisit, contoh : Swiss dan
Australia
3.
negara-negara bagian dalam suatu negara federal
harus menyetujui, Contoh : Amerika Serikat
4.
musyawarah khusus (special convention), contoh :
beberapa negara Amerika Latin
Dengan demikian apa yang dikemukakan Miriam Budiarjo pada
dasarnya sama dengan yang dikemukakan
oleh Hans Kelsen.
Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa
kali dalam sejarah ketatanegaraan
Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak Proklamasi hingga
sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam delapan periode
yaitu :
1.
Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
2.
Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
3.
Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4.
Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
5.
Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
6.
Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
7.
Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
8.
Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang
BAB III
Mahkamah Konstitusi
(MK) Indonesia
A. Pengertian
Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi
negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
B. Sejarah
Sejarah berdirinya MK diawali dengan Perubahan Ketiga UUD
1945 dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B yang disahkan pada 9
November 2001. Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945, maka dalam rangka
menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan Mahkamah Agung
menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan
Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang
tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan
Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari
itu. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengambil sumpah
jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK
adalah:
1.
Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
2.
Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut UUD 1945.
PKn
M. Karim A XE / 33 – MAN
Yogyakarta 1
Konstitusi Negara
Liberal dengan Komunis
Liberalisme
adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan
pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Contoh: Amerika
Serikat, Jerman, Inggris, Prancis, dll. Hal ini sebagai hasil dari revolusi Prancis,
revolusi industri, dan revolusi Amerika Utara, namun negara Inggris tidak
mempunyai konstitusi tertulis, oleh sebab itu dianggap memudahkan pemerintah
untuk menyesuaikan tindakan2 dan lembaga2nya sesuai tuntutan zaman tanpa
mengalami kesulitan dalam prosedurnya.
Sedangkan Komununis
menggambarkan bentuk pemerintahan di mana negara tersebut berada dibawah sistem
satu partai dan mendeklarasikan kesetiaan kepada Marxisme-Leninisme, Maoisme.
Negara komunis yang masih ada hingga kini adalah RRC (sejak 1949), Kuba, Korea
Utara, Laos dan Vietnam, dan Rusia." Komunis di RRC diprakarsai oleh
negarawan Cina, Mao Tse Tung (1893-1976) yang juga tokoh utama yang menyuburkan
komunisme di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar