Rabu, 08 Oktober 2014

PPh (Pajak Penghasilan)

Definisi PPh
Jenis-jenis subjek PPh
Pengaturan mengenai PPh
Objek PPh dan yang dikecualikan sebagai objek PPh
Cara menghitung PPh terutang (DPP, PTKP, tarif PPh)

Definisi PPh 
Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak (Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1983)


Jenis – Jenis Subjek PPh
Subyek PPh dibagi menjadi 3 (pasal 2 UU No. 36 Tahun 2008)
a) 1. orang pribadi; 2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
b) badan; dan
c) bentuk usaha tetap

Pembagian Subjek Pajak Orang Pribadi
¨Subjek pajak dalam negeri
¤Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia
¤Orang pribadi yang berda di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
¤Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
¨Subjek pajak luar negeri
¤Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
¤Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan 

Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b UU No. 36 Tahun 2008 subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
¤pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
¤pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
¤penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
¤pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. 


¨Subjek Pajak Badan Luar Negeri
¨Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia (Pasal 2 ayat (4) huruf a UU No.36 Tahun 2008);
¨Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;



Pengaturan Mengenai PPh
1.Undang-Undang 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan perubahannya :
1.UU No. 10 Tahun 1994 à Perubahan ke-2
2.UU No. 17 Tahun 2003 à Perubahan ke-3
3.UU No. 36 Tahun 2008 à Perubahan ke-4
2.Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 107/PMK. 011/2013 Tentang Tata Cara Perhitungan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
3.Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 124/PMK. 011/2013 Tentang Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Penundaan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 Tahun 2013 Bagi Wajib Pajak Industri Tertentu. 
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan atas Pengasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
4. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 955/KMK. 04/1983 tanggal 31 Desember 1983.
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 956/KMK. 04/1983 tanggal 31 Desember 1983.
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 611/KMK. 04/1994 tanggal 23 Desember 1994.  

 Objek PPh
              Berdasarkan ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a.         penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang;
b.         hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c.         laba usaha;
d.         keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena :
         i.            pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
        ii.            Pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh di perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
      iii.            likuidasi, penggabungan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi;
      iv.            perolehan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangn, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dan badan-badan tertentu;
        v.            penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut pembiayaan, atau pemodalan dalam usaha pertambangan 
e.         Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f.          Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g.         Dividen;
h.         Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i.          Sewa dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta;
j.          Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k.         Keuntungan karena pembebasan utang;
l.          Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m.        Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
n.         Premi asuransi
o.         Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau perkerjaan bebas;
p.         Tambahan kekayaan neto berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q.         Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r.          Imbalan bunga;
s.         Surplus Bank Indonesia
t.           
u.          

Objek PPh yang Dikecualikan
a1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang  diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan 
a2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
c.         harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d.         penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
  • e.pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; 
f.          dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat tertentu;
g.         Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun
h.         Penghasilan dari modal yang ditanamkan dana pensiun;
i.          Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan komanditer
j.          Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dengan syarat tertentu
k.         Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu;
l.          Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergarak di bidang pendidikan dan/atau litbang;
m.        Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh BPJS kepada WP tertentu.


 Cara Menghitung PPh Terutang
¨  Dasar Pengenaan Pajak
1.
Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
Rp. 15.840.000,-
2.
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp. 1.320.000,-
3.
Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
Rp. 15.840.000,-
4.
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga
Rp. 1.320.000,-

Seluruh penghasilan (bruto) biaya-biaya = penghasilan netto (penghasilan bersih)
     II.            Penghasilan bersih PTKP = Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Dari PKP yang diperoleh, kemudian dikenakan tarif pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU Pajak Penghasilan, yakni:

Perbedaan perhitungan antara pegawai/karyawan yang telah kawin dan yang belum kawin adalah pada PTKP-nya. PTKP untuk pegawai yang belum kawin adalah Rp. 15.840.000,-, sedangkan untuk pegawai yang telah kawin PTKP-nya menjadi Rp. 15.840.000,- ditambah Rp. 1.320.000,- sehingga menjadi Rp. 17.160.000,-.

Untuk memperjelas, kami berikan contohnya. Jika pegawai tersebut telah kawin dan memiliki 2 anak, PTKP-nya menjadi:

Rp. 15.840.000 + Rp. 1.320.000 + (Rp. 1.320.000 x 2) = Rp 19.800.000,-

Jadi, dari perhitungan yang telah kami uraikan di atas, harus dihitung PKP-nya kemudian dihitung (dikalikan) berdasarkan tarif lapisan penghasilan kena pajak yang berlaku.  



Perhitungan Pajak Person

¨  Lapisan Penghasilan Kena Pajak dan Tarif Pajak
¨  sampai dengan Rp. 50.000.000,- besarnya 5 %
¨  > Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 250.000.000,-   besarnya 15 %
¨  > Rp. 250.000.000,- s/d Rp. 500.000.000,- besarnya 25 %
¨  > Rp. 500.000.000, besarnya 30 %    



 Badan Usaha Tetap (BUT)

Ø  Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf c, BUT termasuk dalam kategori subjek pajak.
Ø  Berdasarkan pasal 2 angka (1a) UU Nomor 36 tahun 2008, yang dimaksud BUT adalah :
         Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan"

         Subjek pajak pada umumnya dibagi menjadi 2, yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Dengan demikian subjek pajak badan juga dibagi menjadi dua yaitu subjek pajak badan dalam negeri dan subjek pajak badan luar negeri yang jika di interprestasikan dengan pendekatan gramatikal dari UU No. 36 tahun 2008 maka subjek pajak badan luar negeri lebih merujuk pada BUT.

Subjek Pajak Badan Dalam Negeri 

         Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b UU No. 36 Tahun 2008 subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
¤  pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
¤  pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
¤  penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
¤  pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

Subjek Pajak Badan Luar Negeri

¨  Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia (Pasal 2 ayat (4) huruf a UU No.36 Tahun 2008);
¨  Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia (Pasal 2 ayat (4) huruf b UU No.36 Tahun 2008).

 
Berdasarkan Pasal 2 ayat (5) UU No. 36 Tahun 2008, menyatakan bahwa Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
¨  tempat kedudukan manajemen;
¨  cabang perusahaan;
¨  kantor perwakilan;
¨  gedung kantor;
¨  pabrik;
¨  bengkel;
¨  gudang;
¨  ruang untuk promosi dan penjualan;
¨  pertambangan dan penggalian sumber alam;
¨  wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
¨  perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan;
¨  proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
¨  pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
¨  orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
¨  agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
¨  komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
  •  
 
(1)       Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
a.         sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
n  dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
n  bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
n  royalti; dan
n  hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
c.    sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
¨  sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
¨  imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
  
Objek Pajak bagi BUT
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan kedua UU No. 7 Tahun 1983, objek pajak bentuk usaha tetap adalah :
a.         penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai;
b.         penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;
c.         penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
  

Perhitungan Pajak Wajib Pajak BUT

A.        TARIF PAJAK
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf b UU no 36 tahun 2008 :
         Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).
Pasal 17 ayat (2) (7) UU No. 36 Tahun 2008
Tarif tertinggi pada pasal 17 ayat (1) dapat diturunkan paling rendah 25% yang diatur dengan PP berlaku sejak tahun pajak 2010

B.        PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP) BAGI BUT
       Pasal 6 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 menyatakan :
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan



Pasal 16 ayat (3) UU No.36 Tahun 2008 menyatakan :
         PKP bagi  WP yang melakukan kegiatan melalui suatu BUT di Indonesia dalam satu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan sebagaimana diamaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) dengan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g.
¨  Memerhatikan :
¤  Pasal 5 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1994 (perubahan ke 2 UU PPh à objek PPH bagi BUT
¤  Pasal 4 ayat (1) à pengertian penghasilan sebagai objek PPh
¨  Aturan Pengurangan :
¤  Pasal 5 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1994à dikurangi biaya yang berkenaan dengan penghasilan
¤  Pasal 5 ayat (3) UU No. 10 Tahun 1994à penentuan laba BUT
¤  Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g à larangan pengurangan bagi BUT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar