Hukum Tata Negara
M. Karim A
Indonesia setelah amandemen UUD
NRI 1945 menganut sistem kamar bikameral, lebih tepatnya soft bikameral. Hal
ini terjadi karena terdapat tidak seimbang antara kekuasaan DPR dengan DPD,
yangmana posisi DPR lebih kuat daripada DPD.
Sebelum adanya amandemen atas
konstitusi, Indonesia menganut sistem kamar unikameral, yaitu MPR sebagai
fungsi legislasi. Namun setelah adanya reformasi, kemudian adanya amandemen,
maka kekuasaan membentuk UU ada pada DPR. MPR dalam Pasal 37 dalam hal merubah
ketentuan pasal dalam UUD NRI 1945. Di dalam MPR terbagi ada DPR dan DPD,
yangmana keduanya berbeda/tidak bisa disamakan.
DPD (lih. Pasal 22D UUDD NRI
1945) terbatas pada RUU hanya terait permasalahan daerah, ikut membahas namun
tidak menetapkan, dan mengawasi jalannya UU hanya terait permasalahan daerah.
Selain itu, perwakilan anggota DPD empat tiap provinsi, dengan tidak melihat
kondisi masing-masing provinsi; dan sulitnya untuk menjadi anggota DPD namun kewenangannya
tebatas. Sehingga suilit bagi mereka untuk benar-benar mewakili aspirasi
daerahnya. DPD juga tidak memililki
fungsi legislasi.
Berbeda dengan DPR (lih. Pasal
20, 20A, 21 UUD NRI 1945) anggota DPR dapat mengajukan RUU dan kekuasaan
membentuk UU, juga adanya fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan. Untuk menjadi anggota DPR pun juga lebih mudah dibandingkan dengan
DPD: melalui partai politik. Singkatnya, jika semua berawal dan kembali ke DPR,
maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa, partai politik seakan-akan menjadi
penetu jalannya politik yang mempengaruhi berbagai kebijakan di sebala aspek,
dan itupun belum tentu anggota DPR memiliki integritas. Apalagi sekarang menjelang
Pemilu 2014, banyak anggota DPR yang tidak ikut rapat demi mencari simpati agar
terpilih kembali.
Dianggap tidak mempresentasikan
kehendak konstitusi, MK melalui putusan nomor 92/PUU-X/2012 telah mengembalikan
kewenangan DPD yang sebelumnya direduksi oleh UU No 27 tahun 2009 tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD (MD3) dan UU No 12 tahun 2011 tentang peraturan
perundangan-undangan (P3).
Semua kembali lagi pada konstitusi,
DPD pada Pasal 22D UUDD NRI 1945. Jika tetap terdapat tidak seimbang antara
kewenangan DPR dengan DPD, atau kamar DPR lebih kuat daripada DPD, akan terus
berlanjut: ketidakjelasan kewenangan DPD itulah yang membuat ketidakjelasan
pula posisi DPD itu sendiri. Namun, bukan perkara yang mudah juga untuk
mengadakan amandemen kelima, karena tidak mungkin dalam amandemen berikutnya
hanya membahas permasalahan DPD saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar