Senin, 04 Maret 2013

Akses Pendidikan bagi Kaum Disabilitas: Adakah Harapan Baru?

Keyword atau kata kunci artikel “Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas” dalam rangka kontes blogging Kartunet 2013

oleh: Muhammad Karim Amrullah

Tahun baru 2013 merupakan harapan baru bagi kita semua. Hal tersebut juga diiringi dengan berbagai tantangan ke depan. Meskipun tanggal satu Januari sudah lewat beberapa bulan yang lalu, kita masih bisa merasakan percikan semangat perayaan tahun baru 2013 dalam kehidupan kita hingga saat ini. Semangat itulah yang menjadi modal bagi kita untuk menghadapi berbagai tantangan baru ke depan, guna menyongsong harapan baru yang lebih baik. Minimnya kesadaran perhatian maupun pengakuan hak bagi kaum disabilitas oleh public dan pemerintah merupakan salah satu tantangan terberat bagi kita.

Isu disabilitas sebetulnya merupakan isu yang klasik dari tahun ke tahun ini, hanya saja sering terlewatkan dan terabaikan. Hal inilah yang membuat kaum disabilitas terus menuntut akan hak-hak mereka seperti manusia pada umumnya –bukan berarti meminta untuk diistimewakan. Para pemerhati kaum disabilitas pun turut dalam perjuangan mereka dengan berbagai cara, salah satunya dengan adanya kontes blogging dengan tema "Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas" yang diadakan oleh Kartunet (http://www.kartunet.com/), bekerja sama dengan ASEAN Blogger Community dan didukung oleh XL Axiata (http://www.xl.co.id/). Isu disabbilitas sebenarnya termasuk dalam perjuangan mengenai hak asasi manusia, karena perjuangan HAM itu sendiri dimaksudkan untuk melindungi hak bagi setiap manusia tanpa terkecuali. Dari tahun ke tahun, isu terkait hak asasi manusia (HAM) menjadi pembicaraan utama, hangat, dominan, bahkan HAM itu sendiri terkesan diagungkan di segala penjuru dunia. Lebih dari 60 tahun telah berjalan komitmen bersama mengenai HAM. Namun, relita kehidupan hingga saat ini tidak seindah yang dicita-citakan oleh masyarakat internasional. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi di berbagai dunia. Hal ini cukup ironis, ditambah terlewatkannya isu mengenai kaum disabilitas.

Di dalam tulisan ini, pembicaraan kita terfokus pada akses pendidikan bagi kaum disabilitas. Namun tidak menutup kemungkinan untuk membicarakan terkait akses bagi kaum disabilitas di luar bidang pendidikan. Terkait permasalahan pada akses pendidikan bagi kaum disabilitas, saya terinspirasi salah satuntya oleh Mukhanif Yasin Yusuf, teman saya yang menderita tuna rungu sejak umurnya 11 tahun. Semangat mahasiswa semester keempat Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada (UGM) ini dalam memperjuangkan kaum difabel –istilah lain dari disabilitas yang sering kami gunakan– di UGM diwujudkan salah satunya dengan menggagas sekaligus menjadi Ketua Forum Mahasiswa Difabel dan Partner Universitas Gadjah Mada (FMDP UGM). Pada 22 Desember 2012 lalu, FMDP UGM mengadakan seminar nasional bertemakan “Menggugat Peran Mahasiswa dalam Isu Pendidikan Difabel” yang bekerjasama dengan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM. Satu hal yang sangat menarik bagi saya, dalam proposal seminar tersebut, Mas Khanif –begitu sapaan saya kepadanya– menuliskan, ”Hal ini cukup ironis di tengah masyarakat kita yang menggaungkan Hak Asasi Manusia (HAM). Lalu, apakah yang mereka perjuangkan? Mengapa isu difabel terlewatkan?” Harapan kami setelah diadakannya seminar ini agar terciptanya keterlibatan aktif mahasiswa difabel maupun non-difabel serta civitas akademika kampus dalam menyikapi isu-isu difabel terutama dalam hal pendidikan.

Salah satu hal menarik yang dibahas pada diskusi seminar pertama FMDP UGM ini mengenai akses bagi kaum disabilitas, tentu saja dalam hal pendidikan terutama. Permasalahan ini menjadi salah satu bukti masih minimnya perhatian maupun pengakuan hak bagi kaum disabilitas oleh public dan pemerintah. Bapak Slamet Tohari, salah satu pembicara dalam seminar, menceritakan pengalaman beliau selama kuliah baik di dalam maupun di luar negeri terkait akses bagi kaum disabilitas di kampus. Pendiri Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya ini menceritakan kurangnya akses bagi kaum disabilitas di dalam kampus kala itu, mengingat beliau penyandang tuna daksa pada kaki. Begitu pula betapa sulitnya birokrasi dan masih rendahnya perhatian terhadap isu disabilitas di lingkungan kampusnya menghambat upaya beliau dalam memperjuangkan mahasiswa disabilitas saat masih kuliah guna menempuh gelar sarjana di Fakultas Filsafat UGM. Namun berbeda ketika beliau kuliah untuk menempuh gelas master di University of Hawaii. Saat baru masuk, civitas kampus di sana justru bertanya kepada beliau, “What do you need?” Beliau juga menceritakan pengalamannya di Amerika Serikat, meskipun terdapat gedung-gedung kampus yang tidak mewah, namun akses bagi kaum disabilitas di sana tergolong baik dan layak. Dari kasus di atas kita bisa merefleksikan perbedaan perhatian terhadap kaum disabilitas di Indonesia dan di Amerika Serikat di bidang pendidikan.

Jika pembicaraan mengenai akses bagi kaum disabilitas dalam hal pendidikan masih terlalu rumit bagi Anda, mari kita lihat dari hal-hal yang sederhana mengenai akses bagi kaum disabilitas di tempat public. Misalnya paving block bagi tuna netra pada pedestrian crossing (tempat pejalan kaki) dan jalur khusus bagi kaum disabilitas di jalanan. Hal yang sangat menyedihkan, selain minimnya yang ada, juga kerap kali saya lihat disalahgunakan oleh para pengendara kendaraan bermotor untuk sekedar menerobos jalanan yang macet maupun untuk parkir kendaraan bermotor dan tempat angkringan. Karena kebetulan saya penderita tuna daksa pada tangan sejak lahir dan scoliosis sejak masih kecil, juga gemar bersepeda di jalanan, sehingga sangat saya rasakan permasalahan-permasalahan terkait di atas.

Melalui tulisan yang sederhana ini, saya berharap dapat menumbuhkan kesadaran perhatian maupun pengakuan hak bagi kaum disabilitas oleh public dan pemerintah, terutama dalam akses dalam pendidikan bagi kaum disabilitas. Sehingga ke depan meningkatnya kesadaran perhatian maupun pengakuan hak bagi kaum disabilitas oleh public dan pemerintah, diiringi dengan meningkatnya jumlah dan efektifitas akses bagi kaum disabilitas terutama dalam hal pendidikan. Bukankah berbagai harapan di tahun baru ini merupakan harapan bagi semua pihak, termasuk pula harapan bagi kami kaum disabilitas?

Muhammad Karim Amrullah
Tuna daksa pada tangan dan skoliosis
Mahasiswa S1 Fakultas Hukum 2012, Universitas Gadjah Mada
Sekretaris FMDP UGM 2012/2013

Kontes Blogging Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar