Sumber Hukum Islam
yang disepakati (Al-Muttafaq)
1. Al-Quran
Secara bahasa : bacaan
Secara istilah : Firman Allah yang diturunkan
kepada Rasulullah SAW melalui Malaikat Jibril dalam Bahasa Arab yang
diriwayatkan secara berangsur-angsur
Dasar kehujjahan Al-Quran: (Qs.
Az-Zukhruf: 43)
Pokok kandungan Al-Quran:
a. Ketauhidan
b. Ibadah
dan akhlak
c. Mengandung
sumber hokum
d. Janji
kabar baik (bagi kebaikan) dan ancaman (bagi keburukan)
e. Kisah
umat terdahulu
Panduan penetapan hokum dalam
Al-Quran:
a. Tidak
memberatkan
b. Meminimalisir
beban
c. Berangsur-angsur
2. Al-Hadist/As-Sunnah
Secara bahasa : sesuatu yang baru, jalan, cara,
lawan dari bid’ah
Secara istilah : Sesuatu yang berasal dari
Rasulullah SAW baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
Dasar kehujjahan Al-Hadist/As-Sunnah:
(Qs. Al-Hasyr: 7)
Pembagian Hadist asalnya:
1. H.
Qouliyah :
perkataan Rasul
2. H.
Fi’liyah :
perbuatan Rasul
3. H.
Taqririyah : ketetapan Rasul
4. H.
Hummiyah : belum dilaksanakan Rasul
karena wafat
Fungsi Al-Hadist/As-Sunnah sebagai
dasar hokum:
a. Pelengkap
dan penjelas dari Al-Quran
b. Menentukan
hokum yang khusus jika tidak terdapat dalam Al-Quran
3. Ijma
Secara bahasa : menyepakati, memutuskan
Secara istilah : Kesepakatan para mujtahid (yang
berijtihad) setelah Rasul wafat terhadap suatu permasalahan pada zaman dulu.
Macam-macam dan kedudukan ijma:
1. Shorih : semua mujtahid sepakat secara perkataan
maupun perbuatan
2. Sukuti : satu mujtahid berpendapat yang lain diam
(berarti setuju)
Syarat mujtahid:
1. Mengetahui
nash Al-Quran dan Hadist
2. Mengetahui
masalah jiwa
3. Menguasai
bahasa Arab
4. Mengetahui
ilmu Ushul Fiqih
5. Mengetahui
nasikh-mansoukh
6. Mempertimbangkan
kemaslahatan berdasarkan pertimbangan akal sehat
Tingkatan mujtahid:
- Mujtahid mustaqil : mutlak/merdeka
- Mujtahid muntasib : bersandar pada mazhab lainnya
- Mujtahid fil mazhabih : menggunakan metode-metode mazhab lain
- Mujtahid murajjih : menguatkan salah satu mazhab
4. Qiyas
Secara bahasa : mengukur, membandingkan
Secara Istilah : Menghubungkan suatu perkara yang
tidak ada dalam nash (baik Al-Quran maupun Hadist) dengan perkara yang lainnya
yang telah ada dalam nash karena ada kesamaan illat/sifat
Macam-macamnya:
1. Aula : terhadap yang lebih besar
2. Musawi : menyamakan/sama dengan yang
lain
3. Adni : terhadap yang lebih rendah
Rukunnya:
a. Ashlu : perkara yang telah ada dalam nash
b. Far’u : perkara baru
c. ‘Illat : melihat sifat perkara
d. Khukmi : perkara hokum
Sumber Hukum Islam
yang masih diperdebatkan (Al-Mukhtalaf)
1. Al-Istihsan
Secara bahasa : Menganggap baik
Secara istilah : Penguatan Qiyas Khofi
(samar-samar) atas Qiyas Jaly (jelas) dan pengecualian hokum khusus atas hokum umum
karena ada dalil yang menghendaki perpindahan itu
Contoh Qiyas Khofi-Qiyas Jaly:
a. Qiyas
Jaly : Haid dan junub sama-sama
keadaan tidak suci; tidak boleh baca Al-Quran
b. Qiyas
Khofi : Jangka waktunya: Haid lama;
junub sebentar
c. Istihsan : Membaca Al-Quran mendapat
pahala
d. Kesimpulan : Wanita haid boleh membaca Al-Quran
Contoh hokum umum-hukum khusus:
a. Hukum
umum : Jual-beli barang harus ada/tampak
langsung
b. Pengecualian : Jual-beli saham, pesan kue, beli secara
on-line (tidak tampak langsung)
c. Pertimbangan : Maslahat/kemanfaatan
d. Kesimpulan : Bolehnya jual-beli
kontemporer
Kedudukannya:
-
Menolak : Jumhur Ulama (sebagian besar ulama)
seperti Maliki dan Syafii
-
Membolehkan :
Hanafiyah
2. Al-Istishkhab
Secara bahasa : Pengakuan adanya kedekatan
Secara istilah : Pengambilan hokum yang telah ada
sebelumnya selama belum ada dalil yang mengubahnya
Contoh sederhana:
a. Lupa
sudah wudzu/batal wudzu, maka kembali wudzu (keadaan sebelumnya)
b. Ragu
jumlah rakaat shalat sudah pas atau kurang 1, maka tambah 1 lalu sujud syahwi
Kedudukan:
-
Menolak :
Hanafiyah
-
Membolehkan :
Jumhur Ulama
3. Mashohitul
Mursalah
Secara bahasa : Kemaslahatan yang
terlepas/tertinggal
Secara istilah : Penetapan hokum berdasarkan
kemaslahatan/kemanfaatan
Syarat berpegang pada Mashohitul
Mursalah:
a. Jelas
b. Bukan
untuk kepentingan tertentu
c. Tidak
bertentangan dengan nas atau jiwa
d. Mengandung
kemanfaatan untuk menjaga agama, harta, jiwa, dan keturunan
Contoh:
-
Adanya mata uang sebagai alat tukar-menukar dan
jual-beli
-
Penjara bagi tersangka
Kedudukan:
-
Menolak :
Jumhur Ulama
-
Membolehkan :
Hanafiyah
4. Al-‘Urfu
Secara bahasa : Adat kebiasaan
Secara istilah : Segala sesuatu yang sudah saling
dikenal dan dijadikan adat istiadat dalam suatu masyarakat, baik perkataan
maupun perbuatan
Macam-macam:
a. Urfu
Shahih : tidak bertentangan dengan
syariah Islam
Contoh:
1. Mahar
berupa emas, uang, peralatan
2. Jajan
di angkringan, membayar setelah makan selesai
3. Belanja
tanpa harus akad/ijab qabul
b. Urfu
Fasid : bertentangan dengan
syariah Islam
Contoh:
1. Suap
untuk mendapatkan sesuatu, missal pekerjaan dan jabatan
2. Ziarah
kubur yang dipercaya ada kekuatan gaib
3. Ruwatan
agar selamat
Kedudukan:
-
Membolehkan :
Imam Syafii dan Hanafi
-
Menolak :
beberapa
5. As-Syar’u
man Qablana
Secara bahasa : Hukum/syariat orang-orang
sebelumnya
Secara istilah : Syariat sebelum agama Islam yang
disebarkan Nabi Muhammad SAW
As-Syar’u man Qablana terbagi:
a. Masih
berlaku, contoh:
1. Puasa : masa Nabi Daud, Nabi Musa, dan Nabi
Muhammad
2. Khitan : masa Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad
3. Qurban : masa Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad
b. Sudah
tidak berlaku, contoh:
1. Masa
Nabi Musa : Kain yang terkena najis,
dipotong
Sekarang : Disucikan
2. Masa
Nabi Musa : Orang dengan dosa besar
pada bunuh diri
Sekarang : Taubat Nasuha
Kedudukannya menurut Imam Syafii,
Hanafi, dan Maliki: merupakan syariat bagi kita selama diterangkan kembali
dalam nash
6. Saddudz-dzari’ah
Secara bahasa : Menutup jalan
Secara istilah : Melarang suatu perbuatan yang
secara lahir (fisik) diperbolehkan namun dipertimbangkan menjadi pendorong
untuk berbuat dosa maupun kemaksiatan
Contoh:
a. Bermain
kartu atau sms dengan reg-spasi yang mendorong/cenderung untuk judi
b. Bermain
di lokalisasi sarkem
Kedudukan:
-
Imam Malik :
dapat dijadikan hujjah
-
Syafii dan Hanafi : tidak dapat dijadikan hujjah
7. Madzhab
Shahaby
Secara bahasa : Pendapat para sahabat
Secara istilah : Fatwa-fatwa sahabat mengenai
berbagai permasalahan yang dinyatakan setelah Rasul wafat
Contoh:
a. Bagian
nenek dalam warisan jika lebih dari satu adalah setengah dari harta peninggalan
dibagi rata (oleh Abu Bakar)
b. Mencuri
dengan alasan kelaparan bagi orang yang sangat kekurangan dengan sangat
terpaksa, maka tidak dihukum seperti potong tangan (oleh Umar bin Khattab, lihat
kembali sejarah kepemimpinan beliau)
Kedudukannya:
-
Jika sesuai sunnah Rasul, harus ditaati
-
Jika disepekati seluruh sahabat, maka dapat
dijadikan hujjah dan ditaati
-
Jika tidak disepekati seluruh sahabat, maka tidak
dapat dijadikan hujjah
8. Dalalatul
Iqtiran
Secara bahasa : Dalil yang disebutkan secara
bersamaan
Secara istilah :
Dalil-dalil yang menunjukkan kesamaan hokum terhadap sesuatu yang
disebutkan bersamaan dengan yang lainnya
Contoh:
-
Hukum haji wajib, umrah juga wajib
-
Hukum shalat wajib, zakat juga wajib
(karena dua hal tersebut
disebutkan secara bersamaan dalam Al-Quran, missal pada Qs. Al-Baqarah: 196)
Kedudukan:
-
Jumhur Ulama : tidak dapat dijadikan hujjah
-
Imam Hanafi dan Maliki : dapat dijadikan hujjah
Sumber Hukum Islam lainnya/tambahan
1. Tarjih
Secara bahasa : Penguatan
Secara istilah : Menguatkan salah satu dalil dari
dua dalil yang bertentangan tentang suatu permasalahan, sehingga diketahui dalil
yang kuat untuk diamalkan dan dalil yang lemah ditinggalkan
Contoh:
-
Hadist Riwayat Aisyah R.A. tentang puasa sah
walau junub
-
Hadist Riwayat Abu Hurairah tentang puasa tidak
sah bila junub sampai pagi
-
Penguatan: Hadist pertama, karena periwayat
istri Rasul (lebih dekat)
2. Talfiq
Secara bahasa : Penggabungan
Secara istilah : Mengambil beberapa hokum sebagai
dasar beramal dari berbagai mazhab/pendapat
Contoh: tentang batalnya shalat
dengan wudzu sebagai syarat sah shalat
-
Imam Syafii : wudzu batal bila menyentuh
bukan muhrimnya
-
Imam Hanafi :
wudzu batal bila tidak menggosok anggota badan
-
Kesimpulan :
wudzu batal bila menyentuh bukan muhrimnya dan tidak menggosok anggota badan
3. Ittiba
(mengikuti suatu mazhab/pendapat dengan mengetahui dasar hukumnya) dan Taqlid (mengikuti
suatu mazhab/pendapat namun tidak/belum mengetahui dasar hukumnya)
4. Ijtihad
Secara bahasa : Mengerjakan/berusaha/berupaya
sesuatu dengan sungguh-sungguh
Secara istilah : Pencurahan segala kemampuan
untuk mendapatkan hokum syari melalui dalil syari
Macam-macam:
- Ijtihad Fardi : dilakukan individu/sendiri
- Ijtihad Jama’I : dilakukan bersama-sama, berkumpul, dan menyepakati
Objek ijtihad:
- Peristiwa yang ada nashnya yang bersifat prasangka
- Peristiwa baru yang belum ada nashnya/dalil
5. Hukum
Taklifi dan Wadhi
- Hukum Taklifi
Hukum syari yang berisi tuntutan,
yang terbagi atas mengerjakan, meninggalkan, dan/atau melilih antara yang
dianggap benar dan salah
Terbagi:
1. Ijab/Wajib : harus dilakukan
2. Nadzb/Sunnah :
lebih baik dilakukan
3. Ibahah/Mubah :
boleh/diperkenankan dan tidak dilarang
4. Karohah/Makhruh :
lebih baik tidak dilakukan
5. Tahrimz/Haram :
jangan dilakukan
- Hukum Wadhi
Ketentuan yang menjadikan sesuatu
sebagai sebab, syarat, dan penghalang berlakunya hokum lainnya
Contoh:
-
Sebab :
masuknya waktu shalat
-
Syarat :
wudzu sebelum shalat
-
Penghalang :
orang kafir dalam warisan (kecuali hadiah dengan maksimal sepertiga)
6. Makhfum
fihi/bihi
Perbuatan mukallaf (orang yang
dibebani hukum) yang berhubungan dengan hokum syar’a (perintah/larangan)
Syarat:
- Jelas dan pasti
- Berasal dari Firman Allah
- Memungkinkan untuk dilaksanakan
- Dapat dibedakan dengan yang lainnya
Kaidah-kaidah Ushul
Fiqih
Amr (perintah) ><
Nahi (larangan)
Amm (umum) ><
Khos (khusus)
Muthlaq (terlepas) >< Muqoyyad (terlihat)
Murodif (bermakna tunggal) ><
Musytarok (bermakna ganda atau lebih)
Mantuq (tersirat) >< Mafhum (tersurat)
Mujmal (global) ><
Mubayyan (terperinci)
Dzohir (nyata) ><
Ta’wil (tafsir)
Nasikh (yang menghapus) ><
Mansikh (yang dihapus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar