Pernikahan Adat di Jawa
Proses pernikahan adat Jawa dimulai
dengan Siraman yang dilakukan sebagi proses pembersihan jiwa dan raga yang
dilakukan sehari sebelum ijab kabul.
Ada 7 Pitulungan (penolong) yang
melakukan proses siraman. Airnya merupakan campuran dari kembang setaman yang
disebut Banyu Perwitosari yang jika memungkinkan diambil dari 7 mata air.
Diawali siraman oleh orangtua calon pengantin, acara siraman ditutup oleh
siraman pemaes yang kemudian memecahkan kendi.
Beranjak malam, acara dilanjutkan
dengan Midodareni, yaitu malam kedua mempelai melepas masa lajang. Dalam acara
Midodareni yang digelar di kediaman perempuan ini, ada acara nyantrik untuk
memastikan pengantin laki-laki akan hadir pada ijab kabul dan kepastian bahwa
keluarga mempelai perempuan siap melaksanakan perkawinan dan upacara panggih di
hari berikutnya.
Usai acara akad nikah dilakukan
upacara Panggih, di mana kembang mayang dibawa keluar rumah dan diletakkan di
persimpangan dekat rumah yang tujuannya untuk mengusir roh jahat. Setelah itu
pengantin perempuan yang bertemu pengantin laki-laki akan melanjutkan upacara
dengan melakukan :
- Balangan suruh
Melempar daun sirih yang melambangkan
cinta kasih dan kesetiaan
- Wiji dadi
Mempelai laki-laki menginjak telur
ayam hingga pecah, kemudian mempelai perempuan akan membasuh kaki sang suami
dengan air bunga. Proses ini melambangkan seorang suami dan ayah yang
bertanggung jawab terhadap keluarganya.
- Pupuk
Ibu mempelai perempuan mengusap
mempelai mantu laki-laki sebagai tanda ikhlas menerimanya sebagai bagian dari
keluarga.
- Sinduran
Berjalan perlahan-lahan dengan
menyampirkan kain sindur sebagai tanda bahwa kedua mempelai sudah diterima
sebagai keluarga.
- Timbang
Kedua mempelai duduk di pangkuan
bapak mempelai perempuan sebagai tanda kasih sayang orangtua terhadap anak dan
menantu sama besarnya.
- Kacar-kucur
Kacar-kucur yang dituangkan ke
pangkuan perempuan sebagai simbol pemberian nafkah.
- Dahar Klimah
Saling menyuapi satu sama lain yang
melambangkan kedua mempelai akan hidup bersama dalam susah maupun senang.
- Mertui
Orangtua mempelai perempuan menjemput
orangtua mempelai laki-laki di depan rumah untuk berjalan bersama menuju tempat
upacara.
- Sungkeman
Kedua mempelai memohon restu dari
kedua orangtua.
Pernikahan Adat di Papua
Suku
Biak merupakan salah satu kelompok masyarakat Papua yang hidup dan tinggal di
kabupaten Biak Numfor. Turun temurun, setiap kegiatan yang terkait dengan alur
kehidupan mereka berjalan berdasarkan aturan adat yang berasal dari para
leluhur suku Biak yang diyakini sebagai tetua adat. Salah satu aturan adat yang
harus dijalani yakni prosesi adat sebelum warga Biak melangsungkan pernikahan.
Bagaimana prosesi ritual adat itu?
Sebelum
melangsungkan pernikahan, pihak keluarga dari lelaki Biak yang ingin menikah
diwajibkan untuk melamar wanita calon pendamping. Di Biak, terdapat dua cara
untuk melamar calon pengantin wanita.
- Sanepen
Pinangan
dilakukan oleh pihak orang tua lelaki sewaktu anak lelaki mereka ataupun anak
gadis yang akan dilamar masih berusia anak-anak.
- Fakfuken
Orang
tua lelaki melamar gadis yang akan menjadi pengantin setelah kedua anak mereka
berumur minimal 15 tahun.
Pada
saat melamar, pihak lelaki membawa Kaken (tanda perkenalan) seperti gelang
ataupun kalung dari manik-manik. Tidak ada ketentuan berapa banyak kaken yang
harus diserahkan maupun jenisnya, yang didasarkan pada kemampuan materi dari
pihak keluarga lelaki. Jika orang tua dari pihak perempuan menerima lamaran
itu, mereka juga memberikan kaken kepada pihak lelaki. Sama halnya dengan tanda
perkenalan yang diberikan oleh pihak lelaki, pihak perempuan memberikan kaken
sesuai dengan kemampuannya.
Jika
kedua belah pihak telah setuju untuk menyelenggarakan pernikahan, mereka
menentukan mas kawin yang nantinya diberikan pihak lelaki kepada pihak wanita.
Dulu, mas kawin itu umumnya berupa Kamfar yakni gelang dari kulit kerang. Jika
lelaki yang akan menikah itu berasal dari keluarga terpandang, ia memberikan
sebuah perahu layar sebagai mas kawin. Namun seiring dengan perkembangan jaman,
suku Biak mengganti jenis mas kawin itu dengan gelang yang terbuat dari perak.
Setelah penentuan mas kawin, kedua orang tua dari kedua belah pihak pergi
menuju rumah tetua adat suku Biak. Bagi suku Biak, tetua adat memiliki peran
yang sangat penting. Begitu pentingnya peran tetua adat itu, pihak keluarga
akan menyelenggarakan pernikahan pada hari yang oleh tetua adat dianggap
sebagai hari baik. Sementara itu, segala macam kebutuhan pernikahan mulai
dipersiapkan satu minggu menjelang hari pernikahan dilaksanakan.
Pernikahan
adat suku Biak mulai dilaksanakan satu hari sebelum hari pernikahan tiba. Kedua
calon mempelai yang akan menikah mengawali tradisi ini dengan acara makan
bersama dengan semua saudara lelaki dari pihak ibu kedua mempelai. Keesokan
harinya, keluarga wanita mulai menghias sang gadis sesuai adat. Setelah
dianggap tampil sempurna, barulah calon pengantin wanita dibawa menuju rumah
pengantin lelaki. Di rumah pihak lelaki itulah, puncak acara dalam pernikahan
adat suku Biak dilaksanakan. Ketika menikah, lelaki ataupun wanita Biak
mengenakan pakaian adat Papua yang bentuknya hampir sama. Mereka juga memakai
gelang, kalung, serta ikat pinggang dari manik-manik.
Acara
puncak pernikahan adat suku Biak diawali dengan penyerahan seperangkat senjata
berupa tombak, panah, serta parang. Penyerahan itu diawali dari pihak keluarga
wanita kepada pihak lelaki yang menjadi simbol bahwa keluarga wanita telah
sepenuhnya menyerahkan anak gadis mereka kepada keluarga lelaki. Setelah
diterima oleh wakil dari pihak lelaki, pihak keluarga lelaki menyerahkan
pemberian yang bentuknya sama kepada pihak perempuan. Kali ini, pemberian ini
menjadi simbol, keluarga lelaki telah menerima anak gadis itu dan menjaganya
seperti anak mereka sendiri. Setelah itu, barulah kepala adat mulai mengawali
inti acara pernikahan.
Inti
acara pernikahan adat diawali dengan pemberian sebatang rokok yang tampak
seperti cerutu. Rokok itu wajib dihisap oleh pengantin lelaki kemudian diisap
oleh pengantin wanita. Tak lama kemudian, tetua adat memberikan dua buah ubi
yang telah dibakar di atas bara api kepada kedua mempelai. Ketika itu, setiap pengantin
memperoleh sebuah ubi. Doa dan mantera yang dibacakan oleh sang tetua adat
mengiringi prosesi pemberian ubi itu kepada kedua mempelai.
Dalam
tradisi ini, doa merupakan permohonan restu kepada Tuhan agar kedua mempelai
mendapat kebahagiaan. Setelah doa selesai dibacakan, kedua mempelai
melaksanakan tradisi saling menyuapi ubi. Seluruh rangkaian acara pernikahan
adat suku Biak ini diakhiri dengan makan bersama dengan seluruh keluarga dari
kedua pihak dan para tamu undangan. Dengan berakhirnya tradisi makan bersama
itu, usai sudah seluruh rangkaian acara pernikahan adat suku Biak di kabupaten
Biak Numfor, Papua.
Imam
Zenit jadilah.com
Pernikahan Adat di Minangkabau
Tradisi perhelatan pernikahan menurut
adat Minangkabau lazimnya melalui sejumlah prosesi yang hingga kini masih
dijunjung tinggi untuk dilaksanakan serta melibatkan keluarga besar kedua calon
mempelai, terutama dari keluarga pihak wanita. Berikut beberapa tradisi dan
upacara adat yang biasa dilakukan baik sebelum maupun setelah acara pernikahan:
- Maresek
Maresek merupakan penjajakan pertama
sebagai permulaan dari rangkaian tatacara pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan
sistem kekerabatan di Minangkabau, pihak keluarga wanita mendatangi pihak
keluarga pria. Lazimnya pihak keluarga yang datang membawa buah tangan berupa
kue atau buah-buahan sesuai dengan sopan santun budaya timur. Pada awalnya
beberapa wanita yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu apakah pemuda yang
dituju berminat untuk menikah dan cocok dengan si gadis. Prosesi bisa
berlangsung beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan dari
kedua belah pihak keluarga.
- Meminang dan Bertukar Tanda
Keluarga calon mempelai wanita
mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk meminang. Bila tunangan diterima,
berlanjut dengan bertukar tanda sebagai simbol pengikat perjanjian dan tidak
dapat diputuskan secara sepihak. Acara melibatkan orang tua atau ninik mamak
dan para sesepuh dari kedua belah pihak.
Rombongan keluarga calon mempelai
wanita datang dengan membawa sirih pinang lengkap disusun dalam carano atau
kampla yaitu tas yang terbuat dari daun pandan. Menyuguhkan sirih diawal
pertemuan dengan harapan apabila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan
menjadi gunjingan. Sebaliknya, hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat
dan diingat selamanya. Selain itu juga disertakan oleh-oleh kue-kue dan
buah-buahan. Benda-benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti
keris, kain adat atau benda lain yang bernilai sejarah bagi keluarga.
Benda-benda ini akan dikembalikan dalam suatu acara resmi setelah berlangsung
akad nikah.
Tata caranya diawali dengan juru
bicara keluarga wanita yang menyuguhkan sirih lengkap untuk dicicipi oleh
keluarga pihak laki-laki sebagai tanda persembahan. Juru bicara menyampaikan
lamaran resmi. Jika diterima berlanjut dengan bertukar tanda ikatan
masing-masing. Selanjutnya berembug soal tata cara penjemputan calon mempelai
pria.
- Mahanta / Minta Izin
Calon mempelai pria mengabarkan dan
mohon doa restu rencana pernikahan kepada mamak-mamaknya, saudara-saudara
ayahnya, kakak-kakaknya yang telah berkeluarga dan para sesepuh yang dihormati.
Hal yang sama dilakukan oleh calon mempelai wanita, diwakili oleh kerabat
wanita yang sudah berkeluarga dengan cara mengantar sirih.
Bagi calon mempelai pria membawa
selapah yang berisi daun nipah dan tembakau (namun saat ini sedah digantikan
dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita ritual ini
menyertakan sirih lengkap.
Ritual ini ditujukan untuk memberitahukan
dan mohon doa rencana pernikahannya. Biasanya keluarga yang didatangi akan
memberikan bantuan untuk ikut memikul beban dan biaya pernikahan sesuai
kemampuan.
- Babako-Babaki
Pihak keluarga dari ayah calon
mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan kasih sayangnya dengan ikut
memikul biaya sesuai kemampuan. Acara berlangsung beberapa hari sebelum acara
akad nikah.
Perlengkapan yang disertakan biasanya
berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi kuning singgang ayam (makanan
adat), antaran barang yang diperlukan calon mempelai wanita seperti seperangkat
busana, perhiasan emas, lauk pauk baik yang sudah dimasak maupun yang masih
mentah, kue-kue dan sebagainya.
Sesuai tradisi, calon mempelai wanita
dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para tetua memberi
nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita diarak kembali ke rumahnya
diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang bantuan tadi.
- Malam Bainai
Bainai berarti melekatkan tumbukan
halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-kuku calon pengantin wanita.
Tumbukan ini akan meninggalkan bekas warna merah cemerlang pada kuku. Lazimnya
berlangsung malam hari sebelum akad nikah. Tradisi ini sebagai ungkapan kasih
sayang dan doa restu dari para sesepuh keluarga mempelai wanita.
Busana khusus untuk upacara bainai
yakni baju tokoh dan bersunting rendah. Perlengkapan lain yang digunakan antara
lain air yang berisi keharuman tujuh kembang, daun iani tumbuk, payung kuning,
kain jajakan kuning, kain simpai dan kursi untuk calon mempelai.
Calon mempelai wanita dengan baju
tokoh dan bersunting rendah dibawa keluar dari kamar diapit kawan sebayanya.
Acara mandi-mandi secara simbolik dengan memercikkan air harum tujuh kembang
oleh para sesepuh dan kedua orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai
wanita diberi inai.
- Manjapuik Marapulai
Ini adalah acara adat yang paling
penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan menurut adat Minangkabau.
Calon pengantin pria dijemput dan dibawa ke rumah calon pengantin wanita untuk
melangsungkan akad nikah. Prosesi ini juga dibarengi pemberian gelar pusaka
kepada calon mempelai pria sebagai tanda sudah dewasa.
Lazimnya pihak keluarga calon
pengantin wanita harus membawa sirih lengkap dalam cerana yang menandakan
datangnya secara beradat, pakaian pengantin pria lengkap, nasi kuning singgang
ayam, lauk pauk, kue-kue serta buah-buahan. Untuk daerah pesisir Sumatera barat
biasanya juga menyertakan payung kuning, tombak, pedang serta uang jemputan
atau uang hilang.
Rombongan utusan dari keluarga calon
mempelai wanita menjemput calon mempelai pria sambil membawa perlengkapan.
Setelah prosesi sambah mayambah dan mengutarakan maksud kedatangan,
barang-barang diserahkan. Calon pengantin pria beserta rombongan diarak menuju
kediaman calon mempelai wanita.
- Penyambutan di Rumah Anak Daro
Tradisi menyambut kedatangan calon
mempelai pria di rumah calon mempelai wanita lazimnya merupakan momen meriah
dan besar. Diiringi bunyi musik tradisional khas Minang yakni talempong dan
gandang tabuk, serta barisan Gelombang Adat timbal balik yang terdiri dari
pemuda-pemuda berpakaian silat, serta disambut para dara berpakaian adat yang
menyuguhkan sirih.
Sirih dalam carano adat lengkap,
payung kuning keemasan, beras kuning, kain jajakan putih merupakan perlengkapan
yang biasanya digunakan.
Keluarga mempelai wanita memayungi
calon mempelai pria disambut dengan tari Gelombang Adat timbal balik.
Berikutnya, barisan dara menyambut rombongan dengan persembahan sirih lengkap.
Para sesepuh wanita menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning. Sebelum
memasuki pintu rumah, kaki calon mempelai pria diperciki air sebagai lambang
mensucikan, lalu berjalan menapaki kain putih menuju ke tempat berlangsungnya
akad.
- Tradisi seusai akad nikah
Ada lima acara adat Minang yang lazim
dilaksanakan seusai akad nikah. Yaitu memulang tanda, mengumumkan gelar
pengantin pria, mengadu kening, mengeruk nasi kuning dan bermain coki.
a.
Memulangkan
tanda
Setelah resmi sebagai suami istri
maka tanda yang diberikan sebagai ikatan janji sewaktu lamaran dikembalikan
oleh kedua belah pihak.
b.
Mengumumnkan
gelar pengantin pria
Gelar sebagai tanda kehormatan dan
kedewasaan yang disandang mempelai pria lazimnya diumumkan langsung oleh ninik
mamak kaumnya.
c.
Mengadu
Kening
Pasangan mempelai dipimpin oleh para
sesepuh wanita menyentuhkan kening mereka satu sama lain. Kedua mempelai
didudukkan saling berhadapan dan diantara wajah keduanya dipisahkan dengan
sebuah kipas, lalu kipas diturunkan secara perlahan. Setelah itu kening
pengantin akan saling bersentuhan.
d.
Mangaruak
Nasi Kuning
Prosesi ini mengisyaratkan hubungan
kerjasama antara suami isri harus selalu saling menahan diri dan melengkapi.
Ritual diawali dengan kedua pengantin berebut mengambil daging ayam yang
tersembunyi di dalam nasi kuning.
e.
Bermain
Coki
Coki adalah permaian tradisional
Ranah Minang. Yakni semacam permainan catur yang dilakukan oleh dua orang,
papan permainan menyerupai halma. Permainan ini bermakna agar kedua mempelai
bisa saling meluluhkan kekakuan dan egonya masing-masing agar tercipta
kemesraan.
Pernikahan Adat di NTT
Salah satu suku di pedalaman NTT
terdapat peradaban suku Sikka, berikut ini tersaji upacara pernikahannya,
sebagai bentuk kepedulian bangsa dalam melestarikan suku budaya dalam konteks
perkawinan. Agar nilai nilai luhur budaya dapat diwariskan kepada generasi
secara utuh.
Urusan perkawinan antara pria dan
wanita merupakan pertalian yang tidak dapat dilepaskan. Hubungan yang menyatu
itu terlukis dalam ungkapan:
“Ea Daa Ribang, Nopok,
Tinu daa koli tokar”
(Pertalian ke krabatan antara kedua belah pihak akan berlangsung terus menerus
dengan saling memberi dan menerima sampai kepada turun temurun).
Norma-norma yang mengatur perkawinan
ini dlam bahasa hukum adat yang disebut Naruk dua-moang dan kleteng latar yang
tinggi nilai budayanya. Ungkapannya antara lain :
“Dua naha nora ling,
nora weling. Loning dua utang ling labu weling. Dadi ata lai naha letto-wotter.” (Setiap wanita mempunyai nilai,
punyai harga, sedangkan sarung dan bajunya juga mempunyai nilai dan harga,
sehingga setiap lelaki harus membayar)
“Ine io me tondo. Ame
io paga saga. Ine io kando naggo. Ame io pake pawe” (Ibulah yang memelihara dan
membesarkannya. Ayah yang menjaga dan
mendewasakannya. Dan ibu pula yang
memberikannya perhiasan. Ayah
memberikannya sandang).
Ungkapan ini memberi keyakinan bahwa
martabat wanita sangat dihargai, oleh karena itu maka pihak klen penerima
wanita Ata lai harus membayar sejumlah belis kepada klen pemberi wanita ata dua
sesudah itu baru dinyatakan perkawinan seluruh prosesnya syah.
Di Sikka/Krowe umumnya bentuk
perkawinan adalah patrilinial, sedangkan yang matrilinial hanya terjadi di
wilayah suku Tanah Ai di kecamatan Talibura. Tahap-tahap perkawinan dapat
dilakukan seraya memperhatikan incest dan perkawinan yang tidak dilarang itu
maka ditempulah beberapa tahapan:
1.
Masa
pertunangan.
Semua insiatif harus datang dari
pihak laki-laki, kalau datang dari pihak wanita maka selalu disebut dengan
unkapan waang tota jarang atau rumput cari kuda atau tea winet (menjual
anak/saudari).
Seorang gadis dibelis dalam enam
bagian: Kila, belis cicin kawin; djarang sakang, (pemberian kuda); wua taa wa
gete, bagian belis yang paling besar dan mahal; inat rakong, belis lelah untuk
mama; bala lubung, untuk nenek; ngororemang (mereka yang menyiapkan pesta).
2.
Perkawinan
Sebelum abad
16 di desa Sikka/Lela perkawinan biasanya hanya diresmikan di Balai oleh raja
atau pun kadang-kadang di rumah wanita, setelah semuanya sudah siap maka acara
perkawinan ditandai dengan mendengar kata-kata pelantikan dari raja, wawi
api-ara pranggang, kata-kata yang diucapkan adalah:
Ena tei au wotik weli miu, (hari ini ku beri kamu makan) wawi api ara pranggang, (daging rebus dan nasi masak) miu ruang dadi baa nora, (jadikanlah
kamu istri lai, dan suami) lihang baa nora lading, (dan terikatan
seluruh keluarga) gae weu (eung) miu ara,
(makanlah kamu nasi ini pranggang, agar menjadikan istri dan) dadi baa wai nora lain, (suami minulah
saus daging) minu eung wawi api, (ini
agar eratlah) genang lihang nora ladang,
(seluruh keluarga).
Ucapan itu diiringi penyuapan daging
dan sesuap nasi oleh tuan tanah/raja kepada kedua mempelai. Pada waktu masuk
agama Katolik, maka ungkapan-ungkpan di atas tetap dipakai namun proses
penikahan sesuai dengan aturan agama Katolik dan diberkati oleh pastor.
Ada beberapa tahap dari acara
perkawinan secara adat Sikka/Krowe:
- Kela narang
Pendaftaran nama calon pengantin di
kantor paroki yang dihantar oleh orang tua masing-masing bersama dengan
keluarga.
- A Wija/A Pleba
Keluarga ata lai melaukan kegiatan
mengumpulkan mas kawin secara bersama-sama dengan keluarga.
Dipihak ata dua terjadi pengumpulan
bahan-bahan pesta untuk membuat sejenis kue tradisional yaitu bolo pagar dan
mendirikan tenda pesta. Sebelum ke gereja keluarga berkumpul di rumah mempalai
wanita. Keluarga penerima wanita atau ata lai bertugas menjaga kamar pengatin. Tung
/tama ola uneng, acara masuk kamar pengantin jam 21.00-22.00 malam diiringi
kedua ipar masing-masing. Pengatin pria/wanita di hantar ke kamar oleh Age gete
dengan nasehat kalau sudah ada di kamar bicara perlahan-lahan. Weha bunga
sekitar jam 05.00 pagi para pengawal kamar pengantin, ae gete dari keluarga ata
lai menaburkan bunga pada kamar pengantin sebagai lambang harum semerbak bagi
kedua pengantin.
Pernikahan Adat di Batak
Berikut sedikit ulasan mengenai
urut-urutan pra sampai pasca pernikahan adat Na Gok, Batak :
- Mangarisika.
Adalah kunjungan utusan pria yang
tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk
mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria memberikan tanda mau (tanda
holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian itu
dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain.
- Marhori-hori Dinding/marhusip.
Pembicaraan antara kedua belah pihak
yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan
belum diketahui oleh umum.
- Marhata Sinamot.
Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang
terbatas) datang oada kerabat wanita untuk melakukan marhata sinamot,
membicarakan masalah uang jujur (tuhor).
- Pudun Sauta.
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula
mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah
disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama
dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang
terdiri dari:
a.
Kerabat
marga ibu (hula-hula)
b.
Kerabat
marga ayah (dongan tubu)
c.
Anggota
marga menantu (boru)
d.
Pengetuai
(orang-orang tua)/pariban
Diakhir kegiatan Pudun Saut maka
pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan
Pamasu-masuon.
- Martumpol (baca : martuppol)
Penanda-tanganan persetujuan
pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak
mereka dihadapan pejabat gereja. Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh
pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon
adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui
warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting). Tingting
ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali
tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan
pemberkatan nikah (pamasu-masuon).
- Martonggo Raja atau Maria Raja.
Adalah suatu kegiatan pra pesta/acara
yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara
yang bertujuan untuk:
a.
Mempersiapkan
kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis
b.
Pemberitahuan
pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara
pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan
pesta/acara dalam waktu yang bersamaan.
c.
Memohon
izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas
umum pada pesta yang telah direncanakan.
- Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pengesahan pernikahan kedua mempelai
menurut tatacara gereja (pemberkatan pernikahan oleh pejabat gereja). Setelah
pemberkatan pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai
suami-istri menurut gereja. Setelah selesai seluruh acara pamasu-masuon, kedua
belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang tidak pergi
menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk mengadakan
pesta unjuk. Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen
(baca : parmaen)
- Pesta Unjuk (lihat detail)
Suatu acara perayaan yang bersifat
sukacita atas pernikahan putra dan putri. Ciri pesta sukacita ialah berbagi
jambar:
a.
Jambar
yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan
jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan.
b.
Jambar
yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca : dekke) dan ulos
yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang
pengantin ke rumah paranak.
- Mangihut di ampang (dialap jual)
Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat
mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria dengan mengiringi jual berisi
makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria.
- Ditaruhon Jual.
Jika pesta untuk pernikahan itu
dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke
tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat
namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar),
sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.
- Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)
Setibanya pengantin wanita beserta
rombongan di rumah pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan
seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria. Makanan yang
dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru
- Paulak Unea.
Setelah satu, tiga, lima atau tujuh
hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin
pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih
atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin
wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan
dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
Setelah selesai acara paulak une,
paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya memulai hidup
baru.
- Manjahea.
Setelah beberapa lama pengantin pria
dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak
bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian.
- Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
Beberapa lama setelah pengantin pria
dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri (rumah dan mata
pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah
berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud
dengan tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru). Dalam kunjungan ini
parboru juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke
simundur-mundur)
Pernikahan Adat di Bali
UU Perkawinan no 1 th 1974, sahnya
suatu perkawinan adalah sesuai hukum agama masing-masing. Jadi bagi umat Hindu,
melalui proses upacara agama yang disebut "Mekala-kalaan" (natab
banten), biasanya dipuput oleh seorang pinandita. Upacara ini dilaksanakan di
halaman rumah (tengah natah) karena merupakan titik sentral kekuatan "Kala
Bhucari" sebagai penguasa wilayah madyaning mandala perumahan.
Makala-kalaan berasal dari kata "kala" yang berarti energi. Kala
merupakan manifestasi kekuatan kama yang memiliki mutu keraksasaan (asuri
sampad), sehingga dapat memberi pengaruh kepada pasangan pengantin yang biasa
disebut dalam "sebel kandel".
Dengan upacara mekala-kalaan sebagai
sarana penetralisir (nyomia) kekuatan kala yang bersifat negatif agar menjadi
kala hita atau untuk merubah menjadi mutu kedewataan (Daiwi Sampad). Jadi dengan
mohon panugrahan dari Sang Hyang Kala Bhucari, nyomia Sang Hyang Kala Nareswari
menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih.
Jadi makna upacara mekala-kalaan
sebagai pengesahan perkawinan kedua mempelai melalui proses penyucian, sekaligus
menyucikan benih yang dikandung kedua mempelai, berupa sukla (spermatozoa) dari
pengantin laki dan wanita (ovum) dari pengantin wanita.
Peralatan Upacara Mekala-kalaan:
- Sanggah Surya
Di sebelah kanan digantungkan biyu
lalung dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi berem.
Sanggah Surya merupakan niyasa (simbol) stana Sang Hyang Widhi Wasa, dalam hal
ini merupakan stananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang
Semara Ratih.
Biyu lalung adalah simbol kekuatan
purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai
Sang Hyang Semara Jaya, sebagai dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan
simbol pengantin pria.
Kulkul berisi berem simbol kekuatan
prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara
Ratih, dewa kecantikan serta kebijaksanaan simbol pengantin wanita.
- Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg)
Simbol calon pengantin, yang
diletakkan sebagai alas upakara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon
pengantin.
- Tikeh Dadakan (tikar kecil)
Tikeh dadakan diduduki oleh pengantin
wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari
sudut spiritual, tikeh dadakan adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang
Prakerti (kekuatan yoni).
- Keris
Keris sebagai kekuatan Sang Hyang
Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria. Biasanya nyungklit keris,
dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepurusan dari pengantin pria.
- Benang Putih
Dalam mekala-kalaan dibuatkan benang
putih sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu,
serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap
setinggi 30 cm.
Angka 12 berarti simbol dari sebel 12
hari, yang diambil dari cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun.
Dengan upacara mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel
kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut.
Dari segi spiritual benang ini
sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk
meningkatkan alam kehidupannya dari Brahmacari Asrama menuju alam Grhasta
Asrama.
- Tegen -tegenan
Makna tegen-tegenan merupakan simbol
dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan niskala.
- Suwun-suwunan (sarana jinjingan)
Berupa bakul yang dijinjing mempelai
wanita, yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas
wanita atau istri mengmbangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti
pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.
- Dagang-dagangan
Melambangkan kesepakatan dari suami
istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala Resiko yang
timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli
dalam transaksi dagang.
- Sapu lidi (3 lebih)
Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin
pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan
serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna,
berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu
memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.
- Sambuk Kupakan (serabut kelapa)
Serabut kelapa dibelah tiga, di
dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat
dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol
dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dari Tri Murti
(Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian.
Telor bebek simbol manik. Mempelai
saling tendang serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah
itu secara simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Apabila mengalami
perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di masing-masing
individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan
triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di
bawah tempat tidur mempelai.
- Tetimpug
Bambu tiga batang yang dibakar dengan
api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
Setelah
upacara mekala-kalaan selesai dilanjutkan dengan cara membersihkan diri (mandi)
hal itu disebut dengan "angelus wimoha" yang berarti melaksanakan
perubahan nyomia kekuatan asuri sampad menjadi daiwi sampad atau nyomia bhuta
kala Nareswari agar menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih
agar harapan dari perkawinan ini bisa lahir anak yang suputra.
Setelah
mandi pengantin dihias busana agung karena akan natab di bale yang berarti
bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Selanjutnya pada hari baik yang
selanjutnya akan dilaksanakan upacara Widhi Widana (aturan serta bersyukur
kepada Hyang Widhi). Terakhir diadakan upacara pepamitan ke rumah mempelai
wanita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar