Senin, 16 November 2015

Membaca Insiden Teroris di Paris

"Membaca Insiden Teroris di Paris" 
Karim Muhammad
Saya pribadi turut berduka cita atas insiden yang terjadi di Paris pada 13 November 2015. Tindakan brutal yang dikatakan dan diklaim oleh ISIS tersebut, bagaimanapun tidak dbenarkan. Namun ada catatan khusus menurut saya pribadi.
Bagi saya pribadi, teror apa yang terjadi di Perancis kemarin adalah tanggung jawab Presiden Hollande, beserta negara-negara barat n negara-negara timur tengah yang pro barat. Mengapa demikian?
5 Mei 2015, Presiden Holland bertemu dalam forum GCC untuk mendukung koalisi Arab menyerang komplotan Yaman: dipastikan demi minyak. Begitu pula yang terjadi di Suriah saat ini.
Kenapa Perancis sangat ambisi di Suriah dan Yaman? Di Yaman, minyak yang bisa dikelola baru 35% dari total yang ada, di mana Perancis sebagai satu-satunya negara asing yang bisa berinvestasi mengelola minyak di Yaman sampai dengan saat ini.
Hal serupa juga terjadi di Suriah, bagaimana getolnya sikap negara-negara barat terhadap Suriah, yangmana Presiden Bashar Assad ingin mengelola minyak Suriah "sendiri" bersama beberapa negara tetangga saja. Maka kenapa itulah timbul yang disebut sebagai "perang saudara Suriah" terjadi setelah Bashar mencanangkan pembangunan kilang minyak dari Suriah yang menghubungkn langsug ke Iraq dan beberapa negara tetangga seperti Iraq, tanpa "bantuan" barat.
Sebuah catatan penting bahwa dulu Suriah adalah jajahan Perancis, dengan bendera hijau putih hitam dengan tiga bintang merah di tengah horizontal, yang sekarang dipakai oposisi Suriah melawan "kemerdekaan" Suriah dan pemerintahn yang sah dengan bendera merah putih hitam, dengan dua bintang hijau di tengah horizontal.
Mengingat dulu Suriah merupakan jajahan Perancis, tentu wajar jika ingin menguasai kembali. Apalagi Suriah sebagai jalur strategis minyak d timur tengah, yang bisa menghubungkan jalur minyak langsung ke sejumlah negara di timur tengah. Kilang minyak yang akan dikelola secara mandiri yang diwacanakan Bashar akan dimulai dari menghubungkan ke Iraq. Jadi jangan heran kenapa ISIS mulanya hanya di Suriah dan Iraq.
Hal serupa juga terjadi pada upaya penggulingan Presiden Victor Yanukovich di Ukraina, yangmana Presiden Victor membangun kilang minyak Ukraina-Russia tanpa "bantuan" barat dan Uni Eropa, bahkan untuk mempertegas, Victor tidak lagi menjalin kerjasama perdagangan dengan UE.
Korban dari percaturan politik ini bagaimanapun adalah rakyat, baik rakyat yang terkena serangan fisik di manapun kapanpun, rakyat yang terkena brain washing, maupun rakyat yang salah baca berita dan salah mengartikan bagaimana kejadian sebenarnya.
Ditengah suasana duka ini, banyak pihak yang share atau post yang mengungkit-ungkit Perancis dulu sebagai negara penjajah, khususnya terhadap Muslim. Tidak baik rasanya kalau membawa dendam masa dulu, tidak akan ada habisnya. Di sini kesempatan kita untuk menunjukkan bahwa Muslim itu toleran, sama mengingatkan bahwa insiden di Paris tidaklah seberapa bila dibandingkan dengan yang terjadi di Palestina, Suriah, dan sebagainya.
Kita mesti berduka atas insiden di Paris tersebut. Namun satu sisi, insiden tersebut ibarat buah simalakama bagi Presiden Hollande yang berambisi merebut minyak dan menguasai Suriah dan Yaman untuk mendapatkan minyak dengan intervensi militer, begitu pula seperti yang sempat terjadi di Turki dan Saudi yang sudah terkena dampaknya, meski bukan di masing-masing ibukota Ankara dan Riyadh.
Sebenarnya ISIS itu pada mulanya terbentuk dari mantan loyalis Saddam Hussein di Iraq, karena sang diktator kalah dalam pertempuran AS-Iraq, para tentara Saddam menjadi tawanannya AS, nah mereka kemudian dipeliharalah untuk ditarungkan di timur tengah untuk menghancurkan pemimpin di timur tengah yang tidak pro barat seperti Suriah, maka mereka dipancing untuk menghancurkan Suriah dengan label kalau Assad itu syiah.
Di situlah sebenarnya label perang sunni syiah di Suriah, bukan perang antar-rakyat Suriah. Toh selama ini sunni-isyiah di Suriah hidup damai dan berdampingan, pun ulama-ulama di sana mayoritas sunni, orang-orang pemerintahan dan militer mayoritas juga sunni.
Spt yag dikatakan Presiden Assad dalam banyak kesempatan interview, ISIS itu -maaf- anjing gila, mereka malah bakal balik menyerang kalian yang terlibat intervensi militer ke Suriah, kami sendiri saja kewalahan, sampai wajib militer dari rakyat karena tentara yang ada terus berkurang.
Indonesia dan Suriah dengan slogannya sahabat sejati tidak akan meninggalkan sahabatnya sendirian, kiranya tepat dalam menggambarkan persahabatan antar keduanya dan melihat sahabat kita d negeri Syam itu. Ulama-ulama sunni antar kedua negara pun saling bersahabat. Suriah pun juga negara kedua yang mengakui kemerdekaan RI dan negara pertama yang mendirikan kedutaan besar. Keduanya sama-sama negara jajahan pula.
Jadi hati-hati dalam membaca situasi kondisi politik yang terjadi di timur tengah. Di sana hanyalah panggung sandiwara. Sementara para pemimpin di timur tengah masih main aman dengan kebijakan pro barat dan kompensasi berupa investasi keruk minyak. Padahal standar ganda bisa saja diterapkan negara-negara barat, seperti yang terjadi pada Shah Iran, Zeniden ben Ali, dan Husni Mubarak.
Kali ini, mereka yang bermain sandiwara, kini kewalahan sendiri atas ISIS, pd saat yg sama hrs menanggung pengungsi sebagai dampak panasnya timur tengah. Rakyat pun lagi-lagi yang menjadi korban.
Senin, 16 November 2015. Perbaikan dari postingan https://www.facebook.com/achmad.ari/posts/1049218188456273 pada Minggu, 15 November 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar