Kamis, 29 Desember 2011

Perdagangan Cina-Jepang tak Pakai Dolar AS

Mata uang dolar AS tak lagi diperlukan dalam perdagangan bilateral Cina dan Jepang. Pejabat pemerintahan kedua negara sepakat menjalin transaksi perdagangan tanpa perlu menukarkan dulu mata uang mereka —renminbi Cina dan yen Jepang— ke dolar AS.
Perdana Menteri Cina Wen Jiabao dan Per dana Menteri Jepang Yoshihiko Noda sepakat mulai membahas transaksi perdagang an yang tak lagi menggunakan dolar AS.
Saat ini pengusaha di Cina mesti menukarkan mata uang renminbinya ke dolar AS sebelum bertransaksi dengan mitra usahanya di Jepang. Begitu pula sebaliknya.
Rencananya, pembahasan lebih detail traktat perdagangan bebas yang juga akan mengikutsertakan Korea Selatan ini digelar awal tahun depan. "Dalam kesepakatan per dagangan bebas antara Jepang, Cina, dan Korea Selatan, kami telah mencapai kemajuan yang berarti untuk dimulainya negosiasi," kata Noda setelah bertemu Wen di Beijing, Cina, Ahad (25/12).
Kesepakatan Cina-Jepang ini diperkirakan mengurangi dominasi dolar AS di Asia Timur, kawasan yang mengalami pertumbuhan eko nomi tercepat di dunia. Kantor berita Kyod mengutip seorang pejabat Jepang melaporkan, sekitar 60 persen perdagangan Jepang dengan Cina saat ini menggunakan dolar AS. Perusahaan Jepang mesti mengonversi uangnya lebih dulu dari yen ke dolar AS, lalu yuan (nama lain renminbi).Cara ini tentu menambah biaya akibat selisih kurs.
Sebenarnya, kesepakatan untuk mulai membahas perdagangan secara langsung memakai mata uang masingmasing negara bermula dari pembicaraan akhir November 2011. Saat itu Cina, Jepang, dan Korea Selatan menyetujui perjanjian investasi trilateral sesuai kesepakatan perdagangan bebas yang ditargetkan tuntas akhir Desember ini. Jika selesai, ketiga pihak dapat melanjutkan negosiasi membahas traktat perdagangan awal 2012.
"Cina menginginkan koordinasi yang makin erat dengan Jepang untuk mendorong kemajuan moneter dan finansial kedua negara. Cina juga mengharapkan percepatan zona perdagangan Cina, Jepang, Korea, dan kerja sama keuangan di Asia Timur," kata Wen kepada Noda dalam pertemuan itu yang dikutip dari situs resmi Kementerian Luar Negeri Cina.
Namun belum diketahui bagaimana kecocokan kesepakatan ini dengan kerja sama Kemitraan Trans Pasifik (TPP) yang diinisiasi Amerika Serikat. Akhir bulan lalu Jepang setuju bergabung dalam pembahasan TPP itu.
Mengenyampingkan perbedaan politik kedua negara, perekonomian Jepang turut terdongkrak oleh pertum buhan ekonomi Cina yang me lejit. Cina dan Jepang merupakan negara pemegang cadangan devisa terbesar pertama dan kedua dunia.
Wen berkata kepada Noda bah wa hubungan ekonomi menjadi perhatian kedua negara. "Konsekuensi atas krisis finansial saat ini yang terus menjalar. Kompleksitas dan peliknya permasalahan benar-benar di luar perkiraan kami," kata Wen.
"Cina dan Jepang mesti mempererat kerja sama guna merespon tantangan dan membangun kemitraan saling menguntungkan." Cina menjadi mitra usaha Jepang terbesar sejak 2009. Pada 2010 perdagangan kedua negara tumbuh 22,3 persen dibandingkan 2009. Nilainya mencapai 26,5 triliun yen (339,3 miliar dolar AS) berdasarkan Organisasi Perdagangan Eksternal Jepang.
Analis di IHS Global in Sight, Ren Xianfang, menilai kesepakatan ini sebagai upaya Cina mengglobalkan mata uang yuan. "Perjanjian ini lebih signifikan dibandingkan traktat Cina yang telah diteken dengan negara lain," katanya kepada Bloomberg yang dikutip BBC.
Komisaris Bank BRI Avi liani menilai positif kesepakatan Cina-Jepang ini. Indonesia, katanya, perlu meniru langkah kedua negara. Indonesia juga tak perlu lagi bergantung pada dolar AS dalam melakukan transaksi perdagangan dengan mitra ASEAN maupun Cina. Apa lagi, Cina merupakan mitra dagang terbesar Indonesia saat ini.

Koran Republika 27 Desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar